Sekitar dua minggu yang lalu, saya menulis artikel tentang pesona lain Wakatobi. Kalau gak salah, isinya seputar kuliner khas daerah kelahiran saya sendiri. Namun bila masih ada yang belum sempat membacanya, artikel lengkapnya bisa anda temukan di sini.
Ketika berbicara soal kuliner, kita semua pasti penasaran dengan proses pembuatannya sebelum makanan khas tersebut menjadi sebuah sajian yang siap untuk di cicipi. Bagi saya, kuliner khas Wakatobi sedikit berbeda dengan kuliner khas daerah lain yang ada di Indonesia. Mengapa berbeda? Karena makanan khas ini merupakan hasil olahan dari hasil tanaman lokal.
Sebut saja salah satunya singkong yang di olah menjadi kasoami dan hugu-hugu, yang mana sejak dahulu sudah menjadi makanan pokok masyarakat Wakatobi, khususnya pulau Tomia. Bahkan makanan ini juga di jadikan sebagai alternatif pengganti nasi, bila beras habis. Panganan lokal ini tak kalah nikmat ketika di santap bersama ikan dan sayur. Tanpa lauk dan sayur pun masih terasa enak dan nikmat.
Cara membuatnya pun gak begitu rumit dan masih tergolong sederhana. Baik dari pemilihan bahan, cara memasak, hingga siap untuk disajikan. Seperti halnya dalam pembuatan kasoami dan hugu-hugu.
Untuk proses pembuatan kasoami dimulai dengan
pemilihan singkong yang bagus. Setelah dibersihkan, singkong itu di parut
kemudian diperas. Saat pemerasan dibutuhkan peralatan khusus, walau masyarakat
umum biasa menggunakan tangan saja. Bantuan peralatan intinya berfungsi untuk
bagaimana agar ubi yang diperas bisa cepat kering.
Setelah dipastikan ubi sudah kering maka proses
berikutnya adalah pekerjaan pengukusan. Media pengukusan biasanya terbuat dari
daun kelapa yang sudah dianyam dan berbentuk topi seperti piramida/kerucut.
Ditambah kacang merah dan kelapa lalu dimasak dengan cara dikukus, kasoami bisa
dikatakan mirip getuk. Namun, berasa tawar dengan sedikit gurih.
Sedangkan hugu-hugu juga dibuat dari singkong kukus
yang ditambah parutan kelapa, mirip urap singkong. Namun, makanan yang satu ini
memiliki keunikan karena singkongnya berwarna hitam. Warna ini didapat karena
singkong yang telah dicincang kasar dijemur lebih dulu selama berhari-hari
hingga berwarna hitam.
Seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa masyarakat Wakatobi menjadikan makanan ini
sebagai pengganti nasi. Dan setiap wisatawan domestik dan mancanegara yang
pernah kesana mengatakan seperti makan roti saat menikmati kasoami dan
hugu-hugu.
Udah dulu ya... kapan-kapan akan saya tuliskan lagi tentang makanan khas lainnya. Semoga tulisan singkat ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Makassar, 19 Maret 2015
Kalau di lihat dari gambarnya sepertinya enak sekali, memang cocok sebagai alternati pengganti nasi, namanya juga unik kasoami dan hugu-hugu :)
BalasHapusEnak kok mas, kaya makan roti. Makanan ini agak kenyal, jadi bagi yang pake gigi palsu harus sedikit hati-hati biar giginya gak ikut ke telan.
Hapusunik banget ya, seperti nasi tumpeng tuh :)
BalasHapusBentuk memang seperti tumpeng, yang membedakan cuma bahannya saja.
HapusWah wakatobi kaya kuliner juga ya mas, yg singkong rasanya manis y
BalasHapusKalau yang udah di jadikan Kasoami dan Hugu-Hugu, rasanya gak terlalu manis lagi. Tapi masih enak untuk di makan biar pun tanpa lauk sekalipun.
Hapus