Kurang lebih sepuluh hari lagi kita
semua, khususnya kaum muslimin yang menjalankan ibadah puasa akan
menyambut hari kemenangan. Sebuah hari yang konon katanya membuat kita
suci kembali seperti bayi baru lahir, atau juga bisa di ibaratkan
seperti kertas kosong yang tidak ternoda sedikit pun.
Di Indonesia, untuk menyambut hari
kemenangan tersebut berbagai persiapan pun dilakukan. Misalnya para
perantau segera berbondong-bondong untuk balik ke kampung halaman
setelah sekian lama meninggalkan keluarga dan sanak saudara. Hiruk
pikuknya sudah begitu terasa dari hari pertama ramadhan dan semakin
meningkat menjelang dua minggu sebelum lebaran. Bahkan aktivitas ini
sudah menjadi bagian dari tradisi yang terjadi secara turun temurun dan
tak bisa di pisahkan lagi.
Di kampung saya, selain tradisi mudik,
biasanya juga setiap menjelang lebaran, para ibu-ibu sudah mulai di
sibukkan untuk menyiapkan berbagai panganan ringan untuk di santap dari H
lebaran nanti. Tak sampai di situ saja, berbagai menu favorit dan
andalan pun tak luput disiapkan demi untuk menyenangkan hati anggota
keluarga khususnya, juga sanak saudara yang nanti berkesempatan untuk
berkunjung ke rumah.
Tak hanya ibu-ibu saja, para remaja dan
bapak-bapak pun tak mau ketinggalan untuk ambil bagian dalam menyambut
hari lebaran. Biasanya bapak-bapak dan remaja menyiapkan tempat untuk
shalat di lapangan sepakbola. Al hasil, lapangan sepakbola pun di permak
secantik mungkin dengan maksud agar nyaman dijadikan tempat shalat.
Selain membersihkan dan mempercantik lapangan sepakbola untuk tempat
shalat Idul Fitri, masjid juga tak luput untuk di bersihkan dengan
tujuan sebagai tempat cadangan apabila terjadi sesuatu hal di luar
kehendak kita. Contohnya, tiba-tiba saja hujan.
Sedangkan saat menjelang malam lebaran,
para warga berbondong-bondong melakukan pawai takbir keliling, tentu
setelah takbir di masjid usai. Biasanya warga menggunakan gerobak yang
di dalamnya sudah terisi peralatan untuk takbir, seperti mic, speaker,
ampli, dan mesin generator sebagai listriknya. Dengan peralatan seadanya
tersebut, para warga melakukan takbir keliling dari dusun ke dusun dan
tak jarang naik turun bukit. Tak ketinggalan juga bunyi mercon, dalam
hal ini mercon bambu bukan mercon modern seperti saat ini. Bahkan cahaya
kembang api juga ikut mewarnai malam yang minim akan pencahayaan karena
PLN tidak sampai di kampung halaman saya.
Saat menjelang hari lebaran dan usai
shalat ID, tradisi pun dilanjutkan dengan salam-salaman dan mengunjungi
rumah warga satu persatu. Usai mengunjungi rumah warga, selanjutnya
berkunjung ke dusun lain atau desa lain. Sewaktu saya masih kecil sampai
SMP, biasanya untuk berkunjung ke dusun sebelah dan desa lain masih
mengandalkan kaki walaupun kadang jaraknya lumayan jauh. Ada yang dua
kilo, tiga kilo, bahkan sampai lebih sehingga saat berkunjung pun
kebanyakan dilakukan secara berbondong-bondong. Sedangkan sekarang sudah
banyak yang menggunakan sepeda motor.
Usai tradisi salam-salaman dan
berkunjung ke rumah sanak saudara di lakukan. Biasanya, menjelang sore
hari dan kadang juga esok harinya di adakan tradisi gunting rambut
massal yang di khususkan untuk bayi. Lokasinya sudah di tetapkan untuk
lebaran setiap tahunnya. Setelah itu kemudian di lanjutkan dengan acara
pencak silat, dimana acara ini paling di nanti-nanti oleh para remaja
dan orang dewasa. Yang merasa dirinya bisa silat dipersilahkan maju ke
dalam lingkaran yang dikelilingi oleh anak-anak, remaja, dewasa dan
orang tua. Begitu juga dengan yang merasa mampu melawan salah seorang
yang sudah maju ke dalam lingkaran.
Oh iya, tak lupa irama genderang ikut
mengiringi acara pencak silat ini. Berbagai gaya dari perguruan
masing-masing di pertontonkan dalam acara ini. Bahkan acara ini selalu
ramai dan selalu di nanti-nanti kehadirannya setiap tahun.
Selain acara pencak silat dan gunting
rambut massal, beberapa tahun belakangan ini muncul lagi tradisi tempo
dulu. Tradisi yang sempat jaya sampai era saya belum lahir 26 tahun yang
lalu. Tradisi ini di namakan “Potappaki”, yang dalam bahasa
Indonesianya “Berjumpa Kembali”. Di mana acara ini di maksudkan untuk
menghimpun para perantau agar sering pulang ke kampung halamannya,
setidaknya setiap dua tahun sekali. Yang artinya acaranya di adakan
setiap dua tahun sekali dan tahun ini memasuki tahun ke-4 acara ini di
adakan. Dan benar saja setiap mendekati waktu acara ini, para perantau
yang merantau ke berbagai pelosok negeri benar-benar kembali ke kampung
halaman untuk memeriahkan acara ini sekaligus bersilaturahmi.
Acara ini juga menghadirkan kembali
tradisi lama yang di kenal dengan sebutan “Ritual Bambu Gila”. Maksudnya
sepotong bambu bisa bergerak dan memberontak layaknya manusia. Di mana
dalam pelaksanaannya terdapat sepotong bambu dan beberapa pemuda yang
menyatakan siap untuk mengadakan ritual tersebut. Kemudian sepotong
bambu tersebut di pegang oleh para pemuda. Setelah itu dilakukan ritual
untuk memasukkan roh ke dalam bambu yang dipegang. Ketika roh tersebut
sudah berhasil masuk ke dalam bambu, maka mulailah bambu tersebut
memberontak dan membawa para pemuda yang memegangnya ke sana ke mari. Di
mana jika di perhatikan lama kelamaan, hal tersebut tak beda jauh
dengan yang dilakukan oleh orang gila.
* * *
Itulah tradisi yang sempat aku ketahui
sejak kecil sampai sekarang setiap menjelang lebaran. Namun ada beberapa
tradisi yang tidak pernah lagi diadakan sejak saya SMA kelas 2 sampai
sekarang, yakni acara gunting rambut massal dan pencak silat sudah tidak
terdengar lagi gaungnya. Bahkan seakan punah dari muka bumi ini.
Selamat membaca, di lain kesempatan akan saya ceritakan mengenai tradisi ala saya sendiri setiap kali mudik ke kampung halaman.
Selamat membaca, di lain kesempatan akan saya ceritakan mengenai tradisi ala saya sendiri setiap kali mudik ke kampung halaman.
Makassar, 8 Juli 2015
menjelang lebaran pun ada tradisinya ya mas :) di tepat saya kalo mau menjelang lebaran pasti deh bersih-bersih rumah sampai rumah di cat tapi engga semuanya penduduknya mengecat rumah namun hanya sebagian warga saja :)
BalasHapusSaya pun sering melakukan hal sama menjelang lebaran. Mengecat rumah sendirian, kadang seminggu baru selesai soalnya lumayan besar juga rumah di kampung.
Hapusmohon ijin, setelah follow pake akun Mang tuvli, kini tak follow pake akun Mang Lembu...supaya kompak gituh deh
HapusSilahkan pak, saya selalu menerima siap saja yang mau berteman dan berbagi dalam hal positif.
HapusInsya Allah bakalan kompak pak.
lebaran emang warna-warni yak. tradisinya oke juga tuh :)
BalasHapussemangat vroh, 9 hari laagi makan siang..
Hahaha... 9 hari bebas makan siang ya mas.
HapusTradisi boleh aja dilakukan tp jgn berlebihan ... Selamat menanti lebaran
BalasHapusInsya allah gak berlebihan kok.
Hapuseuforia ramadhan ya mas. dulu waktu saya masih tinggal sama mamah, menjelang lebaran pasti sibuk bikin kue dan bersih bersih rumah :)
BalasHapusKurang lebih seperti itu. Bersih-bersih rumah sudah menjadi kewajiban di bulan ramadhan.
HapusWaduh jadi inget lebaran sebentar lagi ya.. hehe.. belum beli baju baru.. hehehehehehehehehehe :)
BalasHapusHahaha... sama mas, saya masih pakai yang pakaian tahun lalu dan beberapa tahun lalu.
Hapusmenarik sharing pengalamannya mas...jadi inget masa kecil dulu heheheh...salam :)
BalasHapusTerima kasih untuk apresiasinya. Masa kecilnya penuh dengan kenangan ya.
Hapusyang paling menarik dari adat kebiasaan lebaran di kampungnya adalah bambu gila, saya pernah liat acara bambu gila ini, seru dan menarik acara ini, tapi apa beneran gitu ya bambunya itu ada roh mahluk serupa jin yang mendiami bambu tersebut...aneh
BalasHapusSaya belum pernah nyoba pak jadi peserta. Jadi belum bisa memastikan apakah benar ada roh yang mendiami bambu tersebut. Sampai saat ini yang saya ketahui hanya berdasarkan penuturan para orangtua jaman dahulu yang mengatakan demikian.
Hapuswah tradisinya sangat menarik sekali, kalau saya paling sorenya ketemu sekeluarga dirumah nenek tercinta, disitulah letak kebersamaanya ada :)
BalasHapusKalau saya malah terbalik, kumpul bersama semua keluarga biasanya setelah shalat Idul Fitri sekaligus di rangkaikan dengan ziarah ke makam keluarga.
Hapus