Mudik Bersama PELNI, Sumber : Dok. Pribadi |
Sebagai seorang
perantau, lebaran adalah salah satu yang paling di tunggu kehadirannya.
Mengapa? Karena momentum lebaran merupakan waktu yang tepat untuk berkumpul
bersama keluarga dan sanak saudara lainnya. Selain itu, terdapat juga alasan
lainnya yang menjadikan momen lebaran adalah waktu tepat untuk pulang kampung.
Sehingga tak heran jika banyak perantau yang berbondong untuk melakukan tradisi
mudik. Sebuah tradisi yang terjadi setahun sekali, yakni menjelang hari raya
Idul Fitri. Bahkan tradisi ini merupakan salah satu hal yang menjadikan
Indonesia semakin unik dan berbeda dari negara lain di dunia.
Ngomongin
tentang mudik, saya pun beberapa kali pernah merasakannya. Pernah merasakan
bagaimana sesaknya saat berdesak-desak dengan pemudik lainnya, berburu tempat
tidur, pernah ke jepit, ke injak, gak kebagian tempat tidur, bahkan tidur di
dek luar yang otomatis beratap langit dan tanpa dinding penghalang. Dan
saya bersyukur sekali, sampai saat ini belum pernah kecopet saat mudik (semoga
gak pernah kejadian).
Jika di ingat-ingat kembali, begitu banyak pengalaman
yang pernah saya lalui selama ikut mudik dan pada kesempatan kali ini akan saya
ceritakan beberapa di antaranya. Yuk, di simak ulasannya dibawah ini :
Kisah Mudik Pertama
Ngomongin
tentang mudik, pertama kali saya merasakan mudik, yakni tahun 2008. Di mana
waktu itu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 harus menyeberangi pulau
terlebih dahulu. Hebatnya bukan satu pulau yang harus di seberangi, tapi dua
sekaligus dengan menggunakan moda transportasi kapal kayu dan kapal PELNI.
Biasanya, mendekati hari terakhir, penumpang kapal PELNI dan kayu ke kampung
halaman selalu membludak.
Bahkan sering
sekali berdesak-desakkan dan kalau telat naik, siap-siap untuk tidak kebagian
tempat tidur. Solusinya harus mencari tempat kosong/mengggelar tikar dari
pembungkus semen di pinggir jalan di dalam kapal. Itupun kalau dapat, tapi
kalau gak, terpaksa harus mencari diluar yang otomatis kena angin. Atau gak
pergi ke café kapal dan menunggu sampai tidak ada lagi orang baru tidur di
situ, tapi tetap kena angin dingin. Sedangkan saat naik kapal kayu ke kampung
siap juga gak kebagian tempat, di terpa angin kencang, beratapkan langit, dan kena
air laut, bahkan ombak.
Pertama Kali Naik Pesawat
Momentum
lebaran merupakan waktu yang tepat buat para perantau untuk pulang ke kampung
halaman. Sehingga tak heran jika para perantau berbondong-bondong untuk
melakukan tradisi mudik. Semua dilakukan demi untuk bisa bersilaturahmi dengan
kedua orangtua, keluarga dan sanak saudara lainnya. Berbicara tentang mudik,
saya punya pengalaman yang spesial di mudik tahun kedua.
Saat itu saya
berkunjung ke rumah Om di Surabaya dan berada di sana selama kurang lebih tiga
bulan lamanya. Ketika mendekati tiga bulan di sana, orang tua menelpon dan
bertanya kapan balik ke kampung. Apa gak mau lebaran bersama, apalagi sudah
lama di Surabaya, gak enak tinggal lama-lama di rumah orang meskipun Om
sendiri. Waktu itu pilihan mudik ada 2, kapal laut dan pesawat, karena
kebetulan saya melihat harga pesawat murah dan beda-beda tipis dengan harga
kapal laut. Karena belum pernah naik pesawat, akhirnya keputusan pada tiket
pesawat dengan tujuan Makassar dan itu merupakan awal mula saya naik pesawat.
Mudik Yang Tak Terlupakan
Yang ini bisa
di bilang pengalaman mudik yang tak terlupakan dari beberapa kali saya mudik.
Kok bisa! Kejadiannya saat mudik tahun 2009, waktu itu dalam perkiraan kapal
PELNI yang akan saya tumpangi sama ukurannya dengan kapal lainnya, begitu pula
dengan waktu tempuhnya. Namun kenyataannya malah berbanding terbalik dengan
yang saya pikirkan. Di mana selain ukurannya yang lebih mendingan kapal Feri,
jarak Makassar-Bau2 pun harus ditempuh 24 jam lamanya.
Sedangkan kapal
lain paling lama 13 jam, gak kebayang kan kecewanya diriku saat itu.
Penderitaan bertambah lagi ketika usai berdesak-desakkan naik ke dalam kapal,
malah tidak mendapatkan tempat tidur dan terpaksa harus tidur diluar yang
otomatis beratap langit, kena angin dan air laut yang kebetulan musim ombak
plus oleng sana oleng sini seperti perahu sampan. Semakin lengkap lagi ketika
naik kapal laut menuju kampung halaman sama dengan yang aku rasakan di kapal
PELNI dan ombak saat itu semakin keras, sampai-sampai saya basah kuyup.
Mudik Seperti Ini Impian Saya
Karena saya
kebanyakan mudik menggunakan moda transportasi laut, hingga saat ini saya masih
memimpikan suasana mudik yang jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Seperti
apakah impian saya tersebut? Yuk, di simak!
Pertama, tidak ada
lagi yang namanya berdesak-desakan saat naik kapal PELNI karena biasanya hal
ini rawan akan pencopetan, terjepit, di injak bahkan terjatuh.
Kedua, penumpang kapal dibatasi, layaknya
seperti naik pesawat yang sesuai dengan sheat nomor di tiket. Dari pengalaman
saya seringkali penumpang tidak mendapatkan tempat tidur dan jadi terlantar.
Ketiga, masalah makanan khususnya kelas
ekonomi di perhatikan karena kebanyakan orang menilai kurang layak walaupun
tidak di utarakan sedangkan sudah bayar mahal untuk selembar tiket.
Ke empat, masalah kamar
mandi/wc kelas ekonomi yang sering tidak berfungsi dengan baik, kebanjiran, dan
kotor, sehingga penumpang kadang merasa tidak nyaman.
Ke lima, tidak ada
lagi kasur yang diperjualbelikan oleh oknum-oknum tertentu.
Ke enam, tidak ada
lagi calo tiket yang berkeliaran disekitar pelabuhan atau tempat mudik lainnya.
Makassar, 12 Juli 2015
aku belum pernah naik kapal laut penumpang pak,tapi naik kapal perang sudah selama seminggu
BalasHapusWah... asyik dunk bisa naik kapal perang.
HapusSaya belum pernah punya cerita mudik nih... :) keluarga banyak yang kumpul di sini, sebab nenek saya juga tinggal di sini... hehehehehehe :)
BalasHapusPerlu untuk di coba sekali seumur hidup mas.
Hapuswah pengalamannya seru, aku membayangkan naik kapal tuh, aku ingat lagi mahasiswa pernah naik kapal ke medan aduh mabok laut. Memang dimana-mana namanya WC umum itu suka jorok ya.
BalasHapusIya, joroknya minta ampun. Harus pake masker dulu sebelum masuk WC di dalam kapal. Gak biasa naik kapal ya Mbak ampe mabok gitu.
Hapusbanyak suka dukanya saat mudik
BalasHapusIya, kurang lebih seperti itu.
Hapusciee yang sudah mudik, rasanya pasti seneng deh bisa kumpul bareng keluarga lagi :)
BalasHapusBukan selagi, tapi sumringah dengan sepuasnya. hehehe....
Hapusaku belum pengalaman yang namanya mudik
BalasHapusSesekali coba untuk merasakan mudik Mbak Aliycia. Pasti bakalan ketagihan deh.
Hapusseruuuu pengalaman mudiknya. Kapal laut msh mjd angkutan fav, jd sdh selayaknya ditingkatkan pelayanannya.
BalasHapusSayah pun mengalaminya naik kapal ferry, dari yg lumayan nyaman (kursi sofa dg live music bersama biduanita sexy) hingga yg bikin bad mood, kursi banyak kecoa berseliweran
halloooo para pejabat PELNI masukan yg kritis ini mbok yao ditindaklanjuti :)
kami msh cinta PELNI ... !
Lumayan enak sih kalau naik very, cuma kalau musim ombak suka oleng kapalnya. Kalau gak dapat tempat tidur terpaksa tidur sambil duduk di kursi.
Hapusseru cerita mudikmu mas,
BalasHapusaku pernah christmast eve, flight terakhir jam 11 mlm delay jd jam 1 mlm, sendirian, hujan deras pake petir, sepanjang perjalanan lamou sabuk pengaman gak pernah mati, sbml landing muter2 20 menitan datas krn cuaca buruk, horror bgt dah, tp klo dah nyampe rumah rasanya lega....
Dedy@Dentist Chef
Salah satu hal yang paling ditakuti saat naik pesawat, yakni hal-hal semacam ini.
Hapuskalau pas mudik emang semua jadi gak nyaman, rame, berdesak-desakan, rawan copet, tapi kalo gak mudik ya gimana gitu rasanya
BalasHapusIya benar. Bagi para perantau terasa ada yang kurang jika gak mudik, setidaknya setahun sekali.
HapusTernyata ada juga saingan saya. Kirain cuma saya yang jarang mudik, gak taunya ada yang lebih. Lama juga ya bro, saya saja baru mau 5 tahun.
BalasHapusTernyata tempat mudiknya jauh ya harus menyebrang 2 pulau, tapi perjuangannya itu justru yg membuat moment mudik menjadi bermakna
BalasHapusIya, untuk sampai kampung halaman harus penuh perjuangan dan lumayan melelahkan plus menantang adrenalin.
Hapus