Benteng Fort Rotterdam Makassar, Sumber : www.sobatpetualang.com |
Selain identik dengan aktivitas mudik,
libur lebaran Idul Fitri juga biasanya disamakan dengan libur panjang.
Untuk itulah kenapa banyak orang, khususnya para perantau
memanfaatkannya untuk pulang ke kampung halaman. Selain itu, terdapat
juga alasan lain yang menjadikan para perantau begitu antusias untuk
pulang ke kampung halamannya masing-masing.
Adapun beberapa alasan lain yang saya maksud antara lain, sebagai berikut :
- Pulang kampung merupakan salah satu jalan dalam mencari keberkahan, yakni untuk bersilaturahmi kepada kedua orangtua khususnya, sanak saudara, sahabat, dan tentu saja tak ketinggalan para tetangga.
- Dengan pulang ke kampung halaman menjadikan kita tidak lupa asal usul daerah di mana kita dilahirikan dan dibesarkan.
- Bagi sebagian perantau, mudik seringkali dijadikan sebagai ajang untuk menunjukkan bahwa mereka telah menjadi orang yang berhasil alias sukses di ibukota.
- Mudik di anggap sebagai bagian dari terapi psikologis, yakni memanfaatkan libur lebaran untuk berwisata setelah setahun sibuk dalam rutinitas pekerjaan yang melelahkan. Hal ini dilakukan dengan harapan untuk menghadirkan semangat baru jika nanti kembali masuk kerja.
* * *
Biasanya, hingar bingar suasana mudik
sudah mulai terasa sejak awal ramadhan dan semakin terasa ketika lebaran
tinggal dua minggu lagi. Hal ini terlihat dengan semakin ramainya
tempat penjualan tiket, baik untuk tiket kapal laut, kereta api, bus dan
pesawat. Bahkan tak jarang kita mendengar kabar bahwa tiket untuk
berbagai moda transportasi dan berbagai tujuan telah habis.
Akibatnya, tidak sedikit dari para
perantau yang sudah jauh-jauh hari sudah merencanakan untuk mudik harus
gigit jari dan menutup rapat-rapat impiannya untuk berkumpul bersama
keluarga di kampung halaman. Bahkan saya sendiri pernah merasakan hal
yang demikian, tepatnya terjadi saat menjelang lebaran tahun 2012.
Meskipun kasusnya bukan karena kehabisan tiket, melainkan jadwal kapal
baru ada lagi setelah lebaran usai. Al hasil, saya pun mengurungkan niat
untuk pulang kampung.
Dengan perasaan sedih bercampur kecewa
dan terpaksa serta mau gak mau, saya pun perlahan-lahan merelakan semua
kerinduan yang begitu dalam akan suasana kampung halaman. Segala
kerinduan akan keluarga, sanak saudara, teman-teman, dan segala tradisi
tentang kampung halaman sirna dalam segejap. Namun demikian, saya tidak
langsung berkecil hati dan patah semangat. Segera saya memutar otak dan
berpikir dengan cepat untuk menghilangkan kesedihan dan kekecawaan
tersebut.
Setelah cukup lama berpikir, akhirnya
saya memutuskan untuk mengganti rencana mudik yang gagal ke rencana yang
baru. Di mana rencana yang baru terbilang simple, gak perlu
berdesak-desakkan dengan orang lain seperti saat naik kapal laut.
Selain itu, rencana tersebut juga mudah untuk dilakukan dan tidak
memerlukan biaya banyak seperti biaya mudik yang lumayan menguras isi
dompet. Rencana tersebut tak lain dan tak bukan adalah berkunjung ke
tempat-tempat wisata yang sekaligus menjadi Icon kota tempat saya kuliah (Makassar).
Ya, itulah rencana baru saya. Karena
sepengetahuan saya terdapat beberapa Icon kota yang sering di kunjungi
oleh warga dan wisatawan. Beberapa di antaranya seperti Benteng Somba
Opu yang ada di perbatasan Gowa dan Makassar, Benteng Rotterdam yang
letaknya tidak jauh dari pelabuhan Soekarno-Hatta dan selalu ramai
setiap sorenya, Museum Seni dan Budaya yang letaknya kurang lebih 200
meter dari sebelah kanan Benteng Rotterdam, Tanjung Bunga dan Pantai
Losari yang mulai terkenal (500 meter dari kiri Benteng Rotterdam), dan
terakhir Masjid Al Markas Al Islami yang merupakan masjid satu-satunya
yang memenuhi semua syarat aturan Islam, dimana di dalamnya terdapat
perpustakaan yang lumayan besar dan memiliki halaman yang begitu luas
meskipun gak seluas Masjid Istiqlal Jakarta.
Kesemua tempat-tempat yang ada dalam
rencana baru tersebut berhasil saya kunjungi, tepatnya di mulai
setelah esok hari usai shalat Idul Fitri. Al hasil, kekecewaan akibat
gagal mudik pun jadi hilang. Di sisi lain, akhirnya saya bisa berkunjung
ke semua tempat tersebut karena sampai memasuki tahun ke-3 kuliah,
jujur saja saya belum pernah menginjakkan kaki di tempat tersebut. Yang
pernah saya lakukan sebelumnya baru sebatas lewat saja di depannya saat
naik angkot. hehehe….
Ternyata, gak jadi mudik juga bisa
membawa berkah. Salah satunya seperti yang saya alami. Gak perlu kecewa
jika tak jadi mudik, mendingan kegagalan mudiknya di alihkan saja ke hal
lain. Misalnya berkunjung ke tempat-tempat wisata yang mudah dijangkau,
tentunya yang tidak memakan biaya mahal.
Makassar, 7 Juli 2015
semua bisa dinikmati dan disyukuri ya pak baik yang mudik atau tidak
BalasHapusIya, tetap harus di syukuri apapun keadaan yang di hadapi.
HapusSip sippp..aku dlu jg pernah gagal mudik, jd pas lebaran maen ke tmpat wisata or ngkut lebaran di rmh temen..hehe..
BalasHapusTernyata Mbak Inda Chakim pernah ngalamin hal seperti ini juga.
HapusDi Sumedang ada Gunung Kunci bekas benteng belanda... hehehehehehe :)
BalasHapusBoleh juga tuh dimasukkan ke dalam list tempat wisata yang akan di kunjungi.
HapusJika masih ada orang tua sebaiknya memang mudik ya Mas
BalasHapusSalam hagat dari Jombang
Iya, harusnya begitu pak. Kasihan orangtua yang selalu menunggu kedatangan anaknya setiap menjelang puasa, lebih-lebih lagi mendekati waktu lebaran.
HapusMudaiknya tahun depan aja bareng saya,,,
BalasHapusBoleh-boleh, semakin seru kalau mudik ada yang nemanin.
Hapusmudik selalu tiap tahun, sedih rasanya kalo nggak mudik
BalasHapusHehehe... rindu sama keluarga di kampung halaman ya.
Hapuskalo saya gimana pun kondisinya harus tetep mudik karena sesuai dengan poin nomer 4, mengisi semangat baru, pernah kehabisan tiket promo maka harus beli tiket dengan harga 2 kali lipat, tapi nikmatnya mudik memang tak bisa tergantikan.
BalasHapusBerarti sudah merupakan kewajiban yang gak boleh ditinggalkan ya Mbak dan gak peduli lagi dengan harga tiket yang kadang melonjak 2 kali lipat saat mendekati hari lebaran.
Hapusbudaya mudik lebaran memang untuk yang ngga sempat karena sibuk mah jangan maksain juga kali...pulang kampungnya lain waktu juga ngga apa-apa kok
BalasHapusYa, seharusnya begitu. Tapi khusus di Indonesia selalu tidak mau ketinggalan juga untuk mudik.
Hapus