Pagi ini, seperti biasanya setiap kali
usai shalat shubuh dan menjelang matahari akan menampakkan diri sekaligus
menyapa penghuni bumi dengan senyuman khasnya dari balik gunung, aku
menyempatkan untuk mengecek beberapa akun social media yang aku miliki. Baik
itu yang berbentuk Facebook dan Twitter, serta blog. Tak lupa pula, aku
mengecek email dengan harapan menemukan sesuatu yang unik di dalamnya, siapa
tahu ada surat nyasar.
Dengan perlahan-lahan dan penuh
kesabaran, aku membuka satu satu persatu akun social media yang aku punya. Akun
pertama yang selalu aku tuju adalah facebook, karena akun yang satu ini selalu
dalam keadaan standby alias tidak pernah log out di dalam Smartphone yang aku
punya. Perlahan tapi pasti, aku pun mulai hanyut di dalam jejaring social media
yang satu ini. Satu demi satu status dan tautan yang dibagikan oleh facebook mania
aku baca sampai tuntas.
Ditengah keasyikan membaca berbagai
status dan tautan yang dibagikan, aku menemukan sebuah tautan yang
menginspirasi, penuh motivasi dan patut untuk dijadikan bahan renungan bagi
siapa saja, baik itu untuk mereka yang sudah tua maupun generasi muda, termasuk
saya pribadi. Tautan tersebut sebenarnya sudah lama dipublish, tepatnya 12 Juni
2013 lewat Facebook Denny J.A's World. Dimana isinya merupakan kisah
nyata yang di alami oleh Dompet Dhuafa dan kru. Berikut cerita
lengkapnya aku lampirkan di bawah ini.
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Beberapa tahun silam, ada sebuah surat yang cukup unik datang ke kantor Dompet
Dhuafa (DD). Biasanya setiap hari lebih dari 20 surat permohonan bantuan
singgah ke kantor DD.
Pada umumnya, surat permohonan bantuan
itu isinya agak panjang, berhubung hendak menceritakan masalah dan mengajukan
bantuan. Tidak sedikit dari surat-surat itu yang ditulis panjang lebar dengan
narasi yang memilukan.
Tapi hari itu, datang sebuah surat yang
tidak biasanya. Setelah dibuka, isinya ternyata hanya satu kalimat saja.
Kalimat itu berbunyi: “Jika diizinkan, saya akan datang ke kantor Dompet Dhuafa.”
Kita semua yang membacanya tentu merasa heran terhadap surat ini.
Sepanjang sejarah DD, belum pernah ada
surat yang isinya seperti itu. Karena itu kemudian, kita segera membalas surat
itu dengan jawaban : “Silakan Bapak datang ke kantor Dompet Dhuafa, Pada hari …
(tertentu), jam … (tertentu).”
Pada hari dan jam yang dijanjikan, kita
telah menanti tamu yang akan datang. Beberapa saat kemudian masuklah seorang
lelaki dengan perawakan pendek dan agak kurus. Kedua tangannya (maaf) putus
dari pangkal lengan, dan kedua kakinya seperti pernah mengalami sakit polio
(dengan bentuk sedikit agak melengkung).
Menyaksikan kehadiran lelaki tersebut,
segeralah kita mengerti mengapa lelaki tersebut menulis surat seperti itu.
Rupanya, dia ingin kita melihat saja secara langsung kondisi dirinya. Batinnya
mungkin berkata, “tak perlulah saya menceritakan panjang lebar, cukuplah Anda
lihat sendiri, barulah Anda mengerti apa yang saya maksudkan.”
Melihat kehadiran lelaki tersebut dan
mengerti kondisi yang dialami oleh lelaki tersebut, kami pun bergegas
menawarkan bantuan kepada beliau.
Salah seorang karyawan DD kemudian
berkata, “Pak, apa yang bisa DD lakukan, untuk bisa membantu Bapak ?” Lelaki
tersebut kemudian menjawab, “Saya mohon DD membantu saya satu…saja, mohon DD
membelikan saya satu buah mesin ketik.”
Mendengar ungkapan bahwa lelaki itu
ingin dibelikan mesin ketik, karyawan DD pun bertanya lagi, “Mohon maaf Bapak,
apakah anak Bapak ada yang sedang ditugasi menulis paper atau makalah, seperti
itu ?”
Lelaki itu pun menjawab lagi, “Oh …,
bukan …, mesin ketik itu bukan untuk anak saya, tapi untuk saya, saya biasa
mengetik kok …” mendengar jawaban tersebut, karyawan DD pun terperanjat,
sehingga terucap, “Mengetik dengan….?” Spontan lelaki itu pun menjawab, “Saya
biasa mengetik dengan kaki saya…”
Seterusnya lelaki itu pun melanjutkan,
“Kalau Bapak berjalan-jalan di kawasan Pasar Senen, di sana akan terlihat
banyak kios-kios jasa mengetik, salah satunya adalah kios saya. Saya biasa
melayani jasa mengetik. Cuma selama ini mesin ketiknya punya toke saya.
Sehingga hasilnya dibagi dua. Saya bermimpi, jika saya punya mesin ketik
sendiri, mungkin hasilnya jadi lebih besar …”
Mendengar penuturan lelaki itu,
tiba-tiba saja terasa ada pukulan keras menghantam ulu hati kita yang
mendengarnya. Bagaimana tidak, ada seorang lelaki yang mengalami cacat fisik,
yang sesungguhnya teramat pantas dikasihani dan disantuni setiap saat, akan
tetapi ternyata yang diharapkannya justru adalah bantuan yang membuatnya bisa
tetap berusaha dan produktif.
Lelaki itu bukan ingin dibantu sehingga
tergantung pada belas kasihan orang lain, tetapi justru ingin dibantu yang
membuatnya mandiri dan tegak di atas kekuatannya sendiri.
Lelaki itu laksana malaikat yang
dihadirkan kepada kita untuk menyampaikan pesan agar kita lebih menghargai diri
kita dengan berusaha menjadi manusia yang produktif dan mandiri. Karena pada
zaman sekarang ini, betapa banyak anak muda, fisiknya utuh, tubuhnya sehat dan
kuat, tetapi jiwanya lemah dengan ingin dikasihani dan mengharap iba dari orang
lain.
Betapa banyak manusia di dunia ini,
yang kondisi fisiknya jauh lebih baik dari Bapak tersebut, tetapi hidupnya
ingin bergantung kepada belas kasihan dan santunan orang lain.
Kepada Bapak tersebut, DD akhirnya
membelikan satu buah mesin ketik baru, sambil dalam hati berucap, “Terima kasih
Bapak, telah datang dan seolah menasehati kami, sungguh kehadiran Bapak telah
membawa kesan mendalam untuk kami.”
Semoga tulisan ini dapat membuka pintu
hati kita yang telah lama terkunci.
Ditulis Ahmad Juwaini, Direktur
Eksekutif Dompet Dhuafa
Makassar, 22 Juli
2015
ternyuh membacanya
BalasHapusSemoga ceritanya bisa dijadikan bahan renungan, motivasi plus inspirasi.
HapusSempet baca di FB dan sukses bikin mrebes milli dan ketampar2
BalasHapusKisahnya sangat menyentuh ya.
Hapus