Pagi-pagi sekali, Sarah mengetuk pintu
rumah orang tuanya. Ia menggendong anaknya dan membawa satu tas besar di tangan
kanannya. Dari matanya yang sembab dan merah, ibunya sudah tahu kalau Sarah
pasti bertengkar lagi dengan Rafi suaminya.
Meski heran, karena biasanya Sarah
hanya sebatas menelpon sambil menangis jika bertengkar dengan Rafi. Ayah Sarah
yang juga keheranan, segera menghampiri dan menanyakan masalah yang di alami
anaknya. Sarah pun mulai menceritakan awal pertengkarannya dengan Rafi semalam.
Dari ceritanya, jelas terlihat bahwa
Sarah merasa kecewa karena Rafi yang telah membohonginya selama ini. Sarah
menemukan buku rekening Rafi terjatuh di dalam mobil. Sarah baru tahu, Rafi
selalu menarik sejumlah uang setiap bulan, di tanggal yang sama. Sementara
Sarah tahu, uang yang Sarah terimapun sejumlah uang yang sama. Dalam benaknya
muncul pikiran negatif, yakni "Berarti sudah 1 tahun lebih Rafi membagi
uangnya, setengah untuk Sarah dan setengahnya lagi untuk yang lain.
Jangan-jangan ada wanita lain?"
Ayah Sarah hanya menghela nafas, wajah
bijaksananya tidak menampakkan rasa kaget atau pun marah. Sebagai seorang ayah
yang bijaksana, segera ia mengingatkan dan masehati anaknya yang isinya kurang
lebih sebagai berikut :
"Sarah..., yang pertama langkahmu
datang kerumah ayah sudah dilaknat Allah dan para malaikat karena meninggalkan
rumah tanpa izin suamimu".
Mendengar kalimat ayahnya, sontak Sarah
terlihat seperti orang yang kebingungan. Awalnya Sarah mengira akan mendapat
dukungan dari ayahnya. Tapi kenyataannya yang terjadi malah di luar dugaan dan
harapannya.
Nasehat ayahnya pun berlanjut.
"Yang kedua, mengenai uang suamimu
kamu tidak berhak mengetahuinya. Hakmu hanyalah uang yang diberikan suamimu ke
tanganmu. Itupun untuk kebutuhan rumah tangga. Jika kamu membelanjakan uang itu
tanpa izin suamimu, meskipun itu untuk sedekah, itu tak boleh".
"Sarah.., Rafi menelfon ayah dan
mengatakan bahwa sebenarnya uang itu memang di berikan setiap bulan untuk
seorang wanita. Rafi tidak menceritakannya padamu, karena ia tahu bahwa kamu
tidak suka wanita itu sejak lama. Kamu sudah mengenalnya dan kamu merasa
setelah menikah dengan Rafi maka hanya kamulah wanita yang dimilikinya".
"Rafi meminta maaf kepada ayah
karena ia hanya berusaha menghindari pertengkaran denganmu. Ayah mengerti
karena sebagai orangtua (ayahmu) sudah mengenal watakmu" mata ayah mulai
berkaca - kaca.
"Sarah..., kamu harus tahu,
setelah kamu menikah maka yang wajib kamu taati adalah suamimu. Jika suamimu
ridho padamu, maka Allah pun akan Ridho.
Sedangkan suamimu, ia wajib taat
kepada ibunya. Begitulah Allah mengatur laki - laki untuk taat kepada ibunya.
Jangan sampai kamu, menjadi penghalang bakti suamimu kepada ibundanya".
"Suamimu, dan harta suamimu milik
ibunya". Ayah Sarah mengatakan hal itu dengan menangis. Air matanya
semakin banyak membasahi pipinya.
Seorang ibu, melahirkan anaknya dengan
susah payah dan kesakitan. Kemudian ia membesarkannya hingga dewasa. Sampai
anak laki-lakinya menikah, ia melepasnya begitu saja. Anak laki - laki itu akan
sibuk dengan kehidupan barunya. Bekerja untuk keluarga barunya. Mengerahkan
seluruh hidupnya untuk istri dan anak-anaknya.
Anak laki-laki itu hanya menyisakan
sedikit waktu untuk sesekali berjumpa dengan ibunya. Satu bulan sekali, atau
bahkan hanya 1 tahun sekali.
"Kamu yang sejak awal menikah
tidak suka dengan ibu mertuamu. Kenapa? Karena rumahnya kecil dan sempit?
Sehingga kamu merajuk kepada suamimu bahwa kamu tidak bisa tidur di sana.
Anak-anakmu pun tidak akan betah di sana. Sarah.., mendengar ini ayah sakit
sekali".
"Lalu, jika kamu saja merasa tidak
nyaman tidur di sana. Bagaimana dengan ibu mertuamu yang dibiarkan saja untuk
tinggal di sana?"
"Uang itu diberikan untuk ibunya.
Rafi ingin ayahnya berhenti berkeliling menjual gorengan. Dari uang itu ibunda
Rafi hanya memakainya secukupnya saja, selebihnya secara rutin dibagikan ke
anak-anak yatim dan orang-orang tidak mampu dikampungnya. Bahkan masih cukup
untuk menggaji seorang guru ngaji di kampung itu" lanjut ayah.
Sarah membatin dalam hatinya, uang yang
diberikan Rafi sering dikeluhkannya kurang dengan alasan butuh banyak pakaian
untuk mengantar jemput anaknya sekolah. Sarah juga sangat menjaga penampilannya
untuk merawat wajah dan tubuhnya di SPA. Berjalan-jalan setiap minggu dan juga
berkumpul sesekali dengan teman-temannya di restoran.
Bahkan ia menyesali sikapnya yang tak
ingin dekat-dekat dengan mertuanya yang hanya seorang tukang gorengan. Tukang
gorengan yang berhasil menjadikaan Rafi seorang sarjana, mendapatkan pekerjaan
nyg di idamkan banyak orang. Berhasil mandiri, hingga Sarah bisa menempati
rumah yang nyaman dan mobil yang bisa digunakan setiap hari.
"Ayaaah, maafkan Sarah",
tangis sarah meledak. Ibunda Sarah yang sejak tadi duduk disamping Sarah segera
memeluk Sarah.
"Sarah, kembalilah kerumah
suamimu. Ia orang baik. Bantulah suamimu berbakti kepada orang tuanya. Bantu
suamimu menggapai surganya dan dengan sendirinya, ketaatanmu kepada suamimu
bisa menghantarkanmu ke surga". Ibunda sarah membisikkan kalimat itu ke
telinga Sarah.
Sarah hanya menjawabnya dengan
anggukan, ia menahan tangisnya. Batinnya sakit, menyesali sikapnya. Namun Sarah
berjanji dalam hatinya, untuk menjadi istri yang taat pada suaminya.
Makassar, 14 Juli
2015
Catatan :
*Cerita ini disadur
dari sebuah status Facebook atas nama Dede Rusnandar yang isinya sedikit di modifikasi,
mengingat bahasa yang digunakan kebanyakan di singkat*
Menyantuh sekali :')
BalasHapusTerima kasih.
HapusCeritanya bagus dan sangat menyentuh hati ya gan
BalasHapusMakasih untuk apresiasinya mas bro.
HapusCeritanya bagus dan sangat menyentuh hati ya gan
BalasHapusDikit lagi dapat hadiah gelas plus piring cantik.
Hapuscerita yang sangat bagus dan mendidik sekali kang.
BalasHapuskang mau nanya nih kalo swami adalah haq ibunya. nah kalau yang ada tinggal bpknya. apakah "sarah boleh" berkata yang tertinggalkan cuman bpknya bukan ibunya. Jadi "sarah merasa lebih ha"
Bner ga itu kang?
Tetap salah, karena seperti kata Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassalam setelah ibu, ibu, dan ibu, baru kemudian bapak yang harus di hormati.
Hapuscerita ini mengingatkan saya, kadang saya juga seperti itu, suami itu masih milik ibunya ya walau kita sudah menikah dgn nya
BalasHapusIya, masih milik ibunya. Bahkan Rasulullah pernah mengatakan hal ini, malah yang paling banyak adalah ibu (3x) baru kemudian ayah/bapak.
Hapusterima kasih sudah diingatkan ya pak
BalasHapusSama-sama Mbak. Sudah menjadi kewajiban sebagai sesama untuk saling mengingatkan.
Hapusmendingan pilih ibumu ajah dik....ngapain pilih dia...masih banyak yang lebih ganteng kok dik...saya misalnya..hehe
BalasHapusKami sekeluarga mengucapkan kepada kakak Admin dan segenap kru plus blogger yang lewat kemarih, pada:
SELAMAT IDUL FITRI, TAQOBBAL ALLAHU MINNA WA MINKUM
Selalu, orangtua harus menjadi pilihan utama baru kemudian yang lain.
HapusJiah... yang ganteng lagi lewat.
Selamat Idul Fitri juga, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.
iya laki-laki yang sudah menikah itu tanggungannya banyak, ibu, istri, saudara perempuan, dan anak perempuan
BalasHapusSetuju, tanggungjawab seorang lelaki malah bertambah ketika menikah.
Hapus