Senin, 20 Juli 2015

Hari Yang Melelahkan Sekaligus Menyenangkan

Masih Suasana Mudik 2015, Sumber : tempo.co
Mungkin itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan apa yang aku alami sekitar seminggu yang lalu. Kejadiannya tepat terjadi pada hari Senin tanggal 13 Juli 2015. Sebuah pengalaman yang bagi saya sedikit menguji adrenalin, ketabahan, dan kesabaran dalam menjalankan ibadah puasa. Lebih-lebih lagi kejadiannya terjadi selama sehari penuh dan akan aku ceritakan pada kesempatan kali ini.

*  *  *

Beberapa hari sebelum pengalaman mengesankan ini, aku sempat melakukan hal yang sama pula, tepatnya malam Jum'at. Dimana malam itu aku sedang mengantar adik yang akan mudik ke kampung dengan menggunakan moda transportasi kapal laut (PELNI). Sesampainya di pelabuhan, aku menyaksikan suasana pelabuhan yang begitu ramai akan pemudik dan sudah mulai kelihatan peningkatannya bila dibandingkan seminggu sebelumnya saat mengantarkan ibuku ke tempat yang sama.

Dari yang aku saksikan, para pemudik mulai berdesak-desakkan saat memasuki pintu masuk kedua yang menuju depan gedung terminal sekaligus ruang tunggu. Terlihat jelas sekali dari wajah para pemudik yang begitu antusias karena tidak sabar lagi untuk menginjakkan kaki dikampung halaman masing-masing. Mereka rela mengantri dan berdesak-desakkan dengan penumpang lain demi bisa mendapatkan tempat yang layak di atas kapal nanti. Melihat aktivitas tersebut, membuatku ingin ikutan mudik juga, tapi sayang ada hal lain yang membuatku tidak jadi mudik tahun ini.

Singkat cerita, setelah kurang lebih 3 jam lamanya menunggu, akhirnya kapal yang akan ditumpangi adikku sandar juga di pelabuhan. Untung saja aku punya kenalan buruh sehingga adikku tidak perlu buru-buru dan berebutan naik kapal demi mendapatkan tempat yang layak seperti penumpang lain. Dengan adanya koneksi buruh tersebut, adikku tinggal menunggu dipanggil buruh tersebut dan naik bersama ke atas ke kapal tanpa harus berdesak-desakkan, di injak, di jepit penumpang lain, dan sebagainya. Karena biasanya buruh setiap kali naik ke atas kapal bukan hanya menawarkan jasanya kepada penumpang yang akan turun, akan tetapi juga sekaligus mencari tempat tidur kosong untuk nantinya di tempati penumpang yang menggunakan jasanya saat naik ke kapal.

Setelah memastikan adik saya aman sampai dalam kapal, saya pun pulang ke rumah kontrakan tepat tengah malam. Ke esokan harinya usai shalat Jum'at tiba-tiba Hp saya berdering dan setelah di cek ternyata ada pesan masuk dari adik saya yang satunya lagi. Isi pesannya pun tak lain adalah agar dibelikan tiket kapal karena kebetulan selama dua minggu gak praktek alias libur. Aku pun segera mencarikan informasi kapal PELNI yang akan berangkat Bau-Bau. Dari informasi yang aku peroleh ternyata ada dua kapal yang akan berangkat pada hari senin dan itu adalah kapal terakhir menuju kota yang sama. Kedua kapal tersebut ada yang berangkat dini hari (pas waktu sahur) dan berangkat sore hari (pukul 15.00 WITA). Setelah memberitahukan informasi tersebut kepada adikku, keputusan pun jatuh pada kapal yang berangkat waktu sahur.

Hari demi hari pun terlewati dan berlalu dengan begitu cepat. Malam sebelum keberangkatan pun tiba dan di malam yang sama usai shalat isya sekaligus tarawih, aku menyempatkan diri untuk main ke warkop sampai mendekati waktu sahur (pukul 03.00) sekaligus untuk berjaga-jaga agar tidak ketiduran dan bisa mengantar adik ke pelabuhan tepat waktu. Usai sahur menyempatkan sahur sebentar, aku pun segera mengantar adik mengingat perjalanan ke pelabuhan memakan waktu 20-30 menit. Sedangkan kapal biasanya bahkan pada umumnya hanya memiliki waktu 2 jam untuk menaikkan dan menurunkan penumpang di pelabuhan. Waktu yang terbilang singkat, apalagi di musim mudik seperti menjelang lebaran ini tak hanya penumpang yang melonjak, tapi muatan pun ikut melonjak seperti belanjaan para pedagang, barang bawaan penumpang dan masih banyak lagi.

Dalam perjalanan menuju pelabuhan, cuaca begitu dingin. Walaupun sudah memakai jaket dan celana levis, tapi dinginnya cuaca dini hari masih sangat terasa bahkan menusuk tulang. Namun aku tetap semangat memacu kendaraan yang kubawa agar cepat sampai pelabuhan dengan tujuan agar adikku masih memiliki waktu untuk mencari tempat di atas kapal, mengingat kapal hari itu termasuk kapal kedua terakhir selain jam 3 sore yang akan menuju Bau-Bau.

Ketika kami sampai di pelabuhan, ternyata kapal yang akan di tumpangi belum juga ada dipelabuhan. Agar tidak salah, aku pun menyempatkan untuk bertanya kepada petugas pelabuhan dan memang kapal belum sampai. Dari jawaban mereka mengatakan bahwa kurang lebih satu jam lagi kapal baru akan tiba, yang artinya bakalan delay selama satu jam lamanya. Dalam hati aku pun sempat berkata "Tumben kapalnya telat, biasanya juga tepat waktu". Aku berpikiran demikian karena sebelum-sebelumnya setiap kali mengantarkan ibu ke pelabuhan selalu tepat waktu. Bahkan seminggu sebelum hari itu juga masih tepat waktu.

Satu jam pun berlalu, ternyata kapalnya belum juga sampai. Aku pun menanyakan kembali kepada petugas pelabuhan dan jawabannya masih sama, yakni tunggu satu jam lagi. Artinya jam 6 pagi kapalnya baru tiba. Ah... yang benar saja. Waktu berlalu begitu cepat, bahkan sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Tapi, kapal yang di tunggu pun belum juga tiba dan seperti biasa, aku pun kembali menanyakan kepada petugas pelabuhan dan jawabannya sungguh mencengangkan, yakni tidak tahu. Dalam hati aku pun berkata "Kalau tahu bakalan delay berkali-kali begini, mendingan aku tidur saja dulu. Apalagi belum tidur dari kemarin siang". Mungkinkah ini akan menjadi cobaan selanjutnya di bulan Ramadhan? Entahlah! Hanya pikiran positif yang aku pertahankan pagi itu.

Meskipun jawaban yang aku terima sedikit mengecewakan, aku tidak menyerah begitu saja. Segera saja aku mencari informasi mengenai kapal yang akan ditumpangi adikku. Agar tidak di PHP terus sama pegawai pelabuhan dan kapal yang akan di tumpangi, aku pun mencoba bertanya kepada beberapa buruh termasuk buruh langganan. Jawaban mereka semua rata-rata mengatakan bahwa kapalnya baru akan tiba sekitar pukul 08.00. Namun tak sampai disitu saja, aku juga sempat bertanya ke beberapa calo yang menjual tiket dan jawabannya sama, yakni pukul 08.00. Dari jawaban tersebut, aku mencoba sedikit santai, siapa tahu saja benar adanya.

Sambil menunggu, aku menyempatkan bercerita dengan beberapa penumpang lain yang akan naik di kapal yang sama. Ternyata, beberapa dari mereka ada yang menunggu sejak semalam karena tiket yang dipegang jadwal kapalnya jam 9 malam. Duh... sungguh teganya PELNI melakukan ini, PHP-nya sudah masuk kategori kebangatan. Dari mereka saya baru tahu kalau kapal sudah delay beberepa kali, yakni pukul 01.00 dan 04.00 dini hari. Artinya mereka sudah menunggu hampir 12 jam lamanya.

Hari semakin terang benderang, matahari pun sudah menampakkan senyumnya dan menyapa para penghuni bumi ditengah cuaca pagi yang masih juga dingin. Para penumpang pun semakin berdatangan, tak cuma penumpang kapal yang akan di tumpangi adikku, tapi juga penumpang kapal lain yang kebetulan pagi itu ada dua kapal feri dengan tujuan yang berbeda, yakni Kalimantan dan Jawa (Surabaya). Bedanya pagi itu, kapal fery tujuan Kalimantan sudah sandar di pelabuhan sejak semalam. Sedangkan untuk tujuan Surabaya belum juga menampakkan diri, padahal sesuai jadwal di tiket akan berangkat jam 9 pagi. Akankah penumpang kapal tersebut di PHP juga? Entahlah! Biarlah waktu yang menjawab pertanyaan dan rasa penaasaran para penumpang kapal tersebut.

Usai bercerita dengan para penumpang, aku berpindah tempat dan berbaur dengan para satpam, polisi dan tentara yang menjaga di pintu masuk kedua. Saat bersama mereka, aku merasa happy karena mereka kebanyakan bercanda saat berjaga. Namun mereka tetap tak melupakan tugas mereka yang mudik kali semakin ketat penjagaannya. Setiap penumpang yang akan menuju gedung terminal keberangkatan diwajibkan untuk memperlihatkan tiketnya dan bagi para pengantar tidak lagi di perbolehkan masuk. Hal ini berbeda dengan tahun sebelumnya bahkan sebelum bulan ramadhan, di mana pengantar masih di ijinkan masuk. Alasannya untuk mengantisipasi penumpang gelap dan agar ruang tunggu tidak penuh, katanya. 

Akan tetapi, menurutku alasan tersebut kurang tepat, mengapa? Tidak mungkin lagi ada penumpang gelap, karena setiap penumpang di stempel tangannya dan yang boleh masuk ruang tunggu bahkan sampai kapal hanya mereka yang sudah memiliki tanda di tangannya berupa stempel tersebut. Sedangkan untuk alasan kedua juga masih kurang sreg, karena ruang tunggu penumpang begitu luas dan ada dua lantai. Sedangkan diluar gedung masih bisa menampung dua kali lipat dari kapasitas ruang tunggu dalam gedung. Itu menurut pendapat dan perhitungan saya pribadi yang kuliah di jurusan Arsitektur.

Namun demikian, sebagai warga negara yang taat dan tunduk pada aturan, apa yang mereka katakan tetap harus di patuhi. Setuju gak!

Bersambung........

10 komentar:

  1. izin follow ya biar tau update terbarunya

    BalasHapus
  2. wuahahahaha... kalah aku sama tulisan mase....
    udah banyak aja ya.. udah ada iklannya lagi. itu gmana caranya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... baru sedikit tulisannya kok.
      Iklannya mah gampang mas, itu daftar affiliasi.

      Hapus
    2. Bisa daftar lewat Accesstrade, kumpulblogger[dot]com, dan masih banyak lagi.

      Hapus
  3. Memang masih banyak yang harus dibenahi di negara ini.. tetapi dengan melakukan yang mas timur lakukan sudah menolong.... meskipun kurang sreg ya... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, masih banyak lagi yang harus dibenahi oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada rakyatnya.

      Hapus
  4. realita yang harus dibuat bukan realita, salam kenal Mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga mas. Makasih sudah menyempatkan untuk berkunjung ke blog saya.

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...