Sebuah Renungan Kecil Di Hari Bumi |
Kurang
lebih seminggu terakhir ini, banyak yang mengeluh akibat panasnya suhu udara di
kota Makassar. Panasnya sangat menyengat dan menyakitkan, apalagi saat berada
di tengah kemacetan ketika membawa kendaraan pribadi, seperti motor dan tanpa
menggunakan jaket sebagai pelindung tambahan. Terasa bangat kulit bagaikan di
tusuk-tusuk jarum, bahkan mereka yang menggunakan jaket saja masih merasakan
panasnya sengatan matahari yang menerpa.
Sebenarnya,
keadaan ini bukan lagi merupakan hal yang luar biasa bagi masyarakat Makassar.
Mengapa saya katakan demikian? Karena selama hampir 5 tahun saya bolak balik
dari kost sampai ke kampus, di sepanjang jalan masih minim sekali pohonnya.
Malahan dari yang saya perhatikan lebih dominan oleh rumah warga dan ruko yang
sebagian tidak mau menyisakan sedikit pun lahan kosong untuk tempat pepohonan
atau lahan terbuka hijau. Kondisi ini menurut saya pribadi merupakan keadaan
yang sangat memprihatinkan sekali untuk sebuah kota besar.
Entah
sampai kapan hal-hal seperti ini akan terus berlangsung. Padahal sudah
seharusnya kita sadar diri dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Sifat egois
masing-masing harus di buang jauh-jauh jika ingin bumi tempat berpijak ini
tetap hijau dan tidak panas seperti sekarang ini.
Apa
susahnya untuk menengok ke belakang dan sesekali belajar dari masyarakat
suku-suku adat yang tersebar di seluruh pelosok negeri ini. Walaupun mereka
tidak berpendidikan tinggi, tapi malah merekalah yang mengajarkan pada kita
untuk berperilaku ramah terhadap lingkungan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Bahkan kita yang katanya orang kota pada kenyataannya justru
banyak yang bertindak kurang peduli terhadap lingkungan. Padahal jika kita mau
belajar dan sadar diri, begitu banyak kearifan budaya lokal dari berbagai suku
adat yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia yang patut kita contoh.
Sebagai
masyarakat yang hidup di dunia modern, seharusnya kita merasa malu dengan
perilaku dan kebiasaan kita yang masih acuh tak acuh. Apalagi sebagian dari
kita masih minim akan kesadaran terhadap kelestarian lingkungan dan keselamatan
bumi yang sebentar lagi memasuki ambang kehancuran. Sadar atau tidak,
tanda-tanda akan kehancuran bumi sudah kita rasakan dan saksikan secara
perlahan-perlahan.
Apa
sih... susahnya untuk sedikit saja mengalah dan menghilangkan sifat egois serta
perasaan gengsi yang begitu mendominasi di dalam diri demi bumi tempat kita
berpijak ini? Padahal jika kita sadar akan kelestarian lingkungan dan ikut
menjaga keselamatan bumi, ujung-ujungnya untuk kita juga serta akan menjadi
salah satu warisan yang berharga bagi anak cucu kita kelak.
Untuk
itu, sebelum terlambat dan menyesal di kemudian hari, tidak ada salahnya jika
kita kembali merenungi apa saja yang telah di lakukan selama ini, khususnya
pada bumi di mana kita berpijak dan melangsungkan berbagai aktivitas di setiap
harinya. Meskipun tidak banyak lagi yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan
bumi ini, setidaknya ada usaha untuk memperbaiki kembali sedikit demi sedikit
daripada hanya berdiam diri ditempat tanpa melakukan apa-apa.
Tak
usah menunggu instruksi dari pemerintah setempat di mana anda berpijak dan
melakukan aktivitas sehari-hari. Yang diperlukan hanyalah kesadaran dari diri
sendiri dan kemauan untuk berubah serta ikut berpartisipasi dalam menjaga
kelestarian lingkungan sekitar. Saya yakin dan percaya, jika semua elemen
masyarakat mau melakukan hal itu, maka secara otomatis dan pelan tapi pasti
bumi tempat kita berpijak ini akan ikut terjaga pula kelestarian dan
keselamatannya.
Menurutku,
tak ada salahnya jika sifat egois dalam diri masing-masing dihilangkan secara
perlahan-lahan demi menjaga kelestarian dan keselamatan bumi tempat kita
berpijak. Bila perlu tanpa menunggu momen yang pas untuk melakukan perubahan
tersebut. Contohnya seperti yang sedang ramai-ramai dilakukan hari ini,
tepatnya Rabu tanggal 22 April. Hari di mana semua orang berlomba-lomba untuk
berlaku baik pada bumi, yang mana semua orang mengenalnya sebagai Hari Bumi.
Alangkah
baik dan bijaknya, bila semua orang mau menjadikan setiap waktu yang di lalui
setiap harinya sebagai bagian dari Hari Bumi. Banyak hal yang
dapat kita lakukan tanpa harus menunggu momen yang di peringati sekali dalam
setahun tersebut. Tak usahlah berpikir jauh-jauh untuk melakukan sesuatu yang
besar dengan harapan untuk mendapatkan sebuah pujian bahkan mungkin karena
ingin di kenal banyak orang.
Cobalah
untuk mulai melakukannya walaupun dari hal-hal sepele di sekeliling yang selama
ini sering kita acuhkan. Saya yakin semua bisa dan tahu apa yang harus
dilakukan tanpa perlu di beritahu terlebih dahulu. Entah mau memulainya dari
lingkungan rumah sendiri atau masyarakat di mana anda tinggal. Semua jawabannya
ada pada diri anda sendiri dan saya hanya mengingatkan saja.
Makassar, 25 April 2015
memang terkadang orang tidak mau melakukan hal kecil, padahal bisa jadi dampaknya besar sekali. Orang kota memang minim terhadap kelestarian lingkungan, motor dan mobil dimana-mana. Jika saja setiap orang menggunakan kendaraan umum, pastinya kendaraan dijalan raya akan berkurang drastis. Kemudian menanam pohon di pekarangan rumah dan sebagainya. Global warming sudah mulai terjadi di beberapa belahan dunia, termasuk di Indonesia. Hutan di Indonesia, lama-kelamaan sudah mulai berkurang, karena habis ditebang, dan hasilnya dijual ke luar negeri.
BalasHapusMaklum saja, kebanyakan mengharapkan pujian setinggi langit. Makanya sangat sedikit yang mau memulai segala sesuatunya dari hal-hal kecil dan tanpa disadari justru hal-hal kecil itulah yang kadang mampu memberikan dampak lebih besar.
HapusBanyak yg mengucapkan selamat hari bumi tp tak membuat perubahan untuknya. Boros air, listrik, bahan bakar......
BalasHapusAtau misalnya menanam 1 pohon. Just share & done. Gitu ya mas.
Saya takut mengucapkan selamat hari bumi, kartini, dan buku krn tahu tak berbuat banyak untuk apa yg saya ucapkan di hari itu.
Terima kasih untuk bahan renungannya.
Benar sekali bu. Banyak yang antusias mengucapkan hari bumi, tapi sayang sekali banyak juga yang tidak mengerti dan memahami apa arti dari yang mereka ucapkan tersebut. Apalagi yang menyangkut dengan implementasinya dalam aktivitasnya sehari-hari.
Hapusiya bener, sudah jarang lahan kosong untuk tumbuh pepohonan sekarang, padahal itu bermanfaat buat kita semua.
BalasHapusalhamdulillah di pandeglang, tempat saya, masih banyak pepohonan hijau, pernah waktu itu akan ada pembangunan pabrik "mayora" tapi di demo rame-rame, alesannya, biar pandeglang tetap hijau, dan ada alasan lainnya juga.
Semua kembali lagi pada kepentingan masing-masing mas. Kalau memiliki kesadaran akan lingkungan pasti bakalan berpikir dahulu sebelum melakukan pengrusakan, misalnya seperti yang mas Erdi ceritakan.
Hapusnah, kepentingan masing-masing. itu!!
HapusSelalu jadi penghambat ya mas erdi dan susah untuk di hilangin dari muka bumi ini ya. Apalagi hal demikian sudah menjadi bagian dari kebiasaan yang tidak bisa di pisahkan.
Hapusya yah
BalasHapuskurang perduli
hati pada mati
salam knal
@guru5seni8
penulis di www.kartunet.or.id dan http://hatidanpikiranjerbih.blogspot.com
aduh typo jernih harusnya. Maaf
HapusMau bagaimana lagi Mba Tyaseta, sebagian orang maunya yang instan dan enggan bergerak untuk memulai dari diri sendiri.
HapusPercuma hari bumi cuma diucapkan dari mulut doang. Hehe :))
BalasHapusDikota gue sekarang juga gitu. Jalanan diperlebar, yang tadinya 2 jalur sekarang jadi 4 jalur. Efeknya pohon dikanan kiri ditebang. Err kerasa panasnya sekarang...
Begitulah mas, orang Indonesia kebanyakan bisanya "Omong Doang alias Omdo" yang di gedein, tapi ternyata gak ada yang di kerjakan.
Hapushiks, di daerah rumah aku aja yg dulunya banyak kebun/sawah2 sekarang mulai geser jadi perumahan/ruko2 :( gimana ngga makin panas kan yah..
BalasHapusGitu lah kalau yang di utamakan kepentingan dan keinginan, serta ego masing-masing.
HapusHari Bumi tapi pakek AC.. Kasian kan buminya.. Sama aja boong :(
BalasHapusYah.... gitu deh sebagian orang Indonesia, ngucapin selamat tapi gagal paham dengan apa yang di ucapinnya.
Hapushari bumi?
BalasHapussaya justru udah lama alpa :(
tapi ada benernya sih, untuk mencoba berlaku efisien pada teknologi agar tidak merusak lingkungan
hanya, emang sulit banget...
Setidaknya tetap berusaha secara perlahan-lahan untuk mencoba mengurangi kebiasaan yang dapat merusak kelestarian bumi.
HapusBukan karna ego masing2 itu sangat manusiawi jika pohon2 ditebang untuk ruko2 dan yang lainnya. Karna si indonesia lebih banyak yang ingin tersohor tidak pernah memikirkan bagaimana nantinya jika pohon ini ditebang, jika kalian melihat perubahan pada pohon menjadi ruko. Seharusnya jangan membeli barang yang ia jual. Biar dia tau rasa bagaimana rasanya telah merusak pohon. Jika memang dia menebang lalu menanam itu bagus. Tapi jika cuek itu sangat bodoh dan tidak mau perduli akan lingkungan. menurut saya pemerintah di Indonesia kurang memerhatikan kebwrsihan jalanan/tukang sampah. Diluar negri saja "tukang sampah Gajinya melebihi orang berpendidikan" karna memang diluar negri mengutamakan kebersihan. Lalu? Indonesia? Lebih baik uangnya dimakan sendiri dari pada dikasih untuk tukang sampah. Saya hanya berpendapat
BalasHapusIndonesia memang "BEDA" ya. Lebih mengutamakan egoismenya sendiri dibandingkan melakukan yang terbaik untuk kemaslahatan orang banyak.
HapusJangan ditanya, di pemerintahan lebih banyak oknum-oknum yang melakukan hal-hal tidak terpuji tersebut, yang pada akhirnya mengakibatkan kurang kepercayaan masyarakat kepada mereka.