Menjadi Guru Itu Ternyata Menyenangkan, Dok. Pribadi |
Tak sampai di situ saja, demi
mendapatkan hasil selfie yang maksimal dan sesuai dengan yang di inginkan, para
penyuka selfie pun melakukan inovasi lewat kreatifitas yang mereka miliki.
Hasilnya pun sungguh di luar biasa, yakni berupa tongkat narsis (Tongsis) atau disebut juga selfie stick. Mesikupun bentuknya begitu
sederhana, namun siapa sangka mampu memberikan banyak manfaat serta kemudahan
bagi penggunanya. Bahkan berhasil menjadi sebuah tren terbaru dalam dunia
selfie, khususnya Indonesia. Namun tren tongsis juga ternyata mampu menjangkiti
masyarakat luar negeri yang doyan selfie.
Ngomongin masalah selfie, jujur
saja, aku bukanlah orang yang mudah tertarik dengan aktivitas tersebut. Entah
ada yang salah dengan diri ini atau bukan, aku pun tak tahu. Aku biasanya akan
melakukan selfie ketika ada yang meminta dan memaksa. Namun bisa juga karena suatu
hal yang tak bisa lagi dihindarkan, misalnya harus ada foto sebagai bukti
otentik saat sedang mengikuti Kerja Praktek (mengawas proyek). Atau seperti
yang terjadi satu tahun yang lalu saat sedang mengikuti KKN Reguler.
Ketika itu, saya dan teman-teman
posko sedang merancang kegiatan yang akan kami lakukan selama kurang lebih dua
bulan di lokasi KKN. Dari semua kegiatan yang telah kami rancang, salah satu di
dalamnya adalah diwajibkan untuk mengajar di sekolah. Kebetulan di lokasi kami KKN
terdapat dua sekolah di dua dusun berbeda. Salah dari kedua sekolah tersebut
memiliki jarak yang lumayan jauh, kurang lebih 1 kilometer dari posko.
Bagiku. jarak tersebut bukanlah sebuah masalah. Mengapa? Karena aku sendiri adalah orang desa yang sudah terbiasa jalan kaki sejak kecil. Di satu sisi, jarak segitu lumayan buat olahraga, apalagi jadwal mengajar saya adalah pagi hari. Hal ini aku ketahui setelah kami melakukan kunjungan ke kedua sekolah tersebut dan membicarakannya dengan pihak sekolah tentang maksud dan tujuan kami.
Bagiku. jarak tersebut bukanlah sebuah masalah. Mengapa? Karena aku sendiri adalah orang desa yang sudah terbiasa jalan kaki sejak kecil. Di satu sisi, jarak segitu lumayan buat olahraga, apalagi jadwal mengajar saya adalah pagi hari. Hal ini aku ketahui setelah kami melakukan kunjungan ke kedua sekolah tersebut dan membicarakannya dengan pihak sekolah tentang maksud dan tujuan kami.
Namun ada satu masalah yang
datang menghampiri, yakni di setiap mengajar harus ada bukti otentiknya minimal
satu foto. Entah itu di ambil sendiri atau oleh teman posko yang ikut menemani.
Karena jadwal mengajarku adalah pukul 07.00 pagi sampai 09.15, maka sudah di
pastikan tidak ada yang ikut. Kasihan deh... mau nangis juga gak mungkin, malu
dilihat orang apalagi udah gede juga! Hehehe....
Untung saja, aku punya
smartphone yang telah dilengkapi dengan fitur timer pada kameranya, sehingga bisa
digunakan untuk memotret aktivitasku selama mengajar di sekolah. Namun waktu yang
tersedia dalam timer tersebut cuma 10 detik. Sedangkan aku sendiri orangnya gak
bisa diajak narsis dan masih kepo untuk urusan seperti itu. Gak kebayang kan
ribetnya! Padahal jaman udah modern loh. Kalau keponya udah tingkat dewa
kaya gini bukan minta ampun lagi, tapi minta di gantung aja.
Oh iya hampir lupa, ternyata
menjadi guru menyenangkan loh... teman-teman. Padahal aku anaknya guru, tapi...
entah kenapa malah gak mau jadi guru setelah lulus SMA. Yang ada aku malah ngincar
kedokteran dan jurusan teknik, aneh bin ajaib kan!
Banyak hal yang aku temui dari
kedua sekolah di mana aku mengajar. Mulai dari yang muridnya cuma beberapa
orang, gak suka pakai sepatu ketika ke sekolah, kerjanya hanya ketawa-ketawa
saja, ada yang jahil, ada yang malu-malu, ada yang daya tangkapnya cepat, ada pula
yang daya tangkapnya rendah sehingga diperlukan pendekatan khusus untuk
menanganinya.
Ada pula yang rajin bertanya
ketika di ijinkan untuk bertanya, ada yang aktif melakukan protes ketika
penjelasan tidak sesuai dengan jalan pikirannya, saat di ajak diskusi banyak
juga yang ikut dan memberikan banyak pertanyaan. Namun ada juga yang sampai
membuat dahiku berkerut, yakni meminta untuk dikerjakan tugas-tugas sekolahnya.
Bahkan “katanya” sudah ada yang pacaran, dengan anak SMP lagi. Untuk yang satu
ini sepertinya gara-gara pengaruh sinetron yang mereka tonton.
Dari semua yang saya alami
tersebut, secara keseluruhan merupakan pengalaman yang menyenangkan. Bahkan bila
ada kesempatan ingin aku mencobanya lagi.
Makassar, 3 April 2015
ternyata menjadi guru menyenangkan, hehe..keren incarannya kedokteran dan teknik, kalau saya perpustakaan, tapi menurut saya menyenangkan, semoga saya bisa jadi guru juga :)
BalasHapusHehehe... terlalu tinggi yah.
Hapus