Awal April tahun lalu,
tepatnya setelah sepulang dari KKN yang telah aku lalui selama hampir dua bulan,
aku menyempatkan diri untuk mencari suasana baru sekaligus meliburkan diri dari
segala aktivitas perkuliahan. Padahal waktu itu proses perkuliahan masih
berjalan dan belum memasuki masa liburan semester. Tapi aku tetap saja
memutuskan untuk berlibur dan rehat sejenak dari semua hal yang berhubungan
dengan kuliah.
Hal itu aku lakukan
karena sudah menyelesaikan semua mata kuliah yang aku program di jurusan Arsitektur.
Dan saat itu tinggal mengajukan judul skripsi dan memperbaiki beberapa mata
kuliah yang nilainya masih standar alias C. Karena jadwal mata kuliah perbaikan
belum keluar dan nilai KKN sebagai syarat untuk mengajukan judul belum keluar
juga, maka aku semakin memantapkan diri untuk berlibur sejenak. Jadwal liburan
yang aku agendakan pun tidak lama, yakni hanya seminggu dan paling lama sekitar
dua minggu saja.
Karena tekad sudah
bulat untuk berlibur dan euforia KKN masih saja terasa, maka aku memutuskan
untuk berlibur di kampung halaman saja. Saat itu aku memilih kampung halaman
untuk berlibur karena sudah hampir 4 tahun tidak ikut mudik. Di sisi lain
sekalian untuk menengok orangtua sekaligus melihat perkembangan kampung halaman
yang konon katanya sudah banyak mengalami perubahan.
Dari Atas PELNI, Dokumen Pribadi |
Berbekal rasa penasaran
tersebut, aku pun akhirnya pulang kampung juga. Dan seperti biasanya untuk
sampai ke kampung harus melakukan perjalanan panjang dengan kapal. Bukan hanya
itu saja, aku harus dua kali naik kapal baru sampai ke kampung halaman. Yang pertama
naik kapal PELNI dengan tujuan Makassar ke Bau-Bau, setelah itu dari Bau-Bau
melanjutkan perjalanan dengan naik kapal kayu yang kapasitasnya sampai 100
orang ke kampung halaman. Untung saja aku sudah terbiasa dengan perjalanan jauh
tersebut, sehingga gak kaget lagi dan bisa menyesuaikan antara jadwal kapal PELNI
dengan kapal yang menuju kampung halaman.
Singkat cerita, aku pun
telah sampai di kampung halaman dan benar saja banyak perubahan yang terjadi
selama 4 tahun aku tidak mudik. Namun yang paling menyenangkan bagiku adalah
ketika sampai di rumah. Suasananya masih tetap sama dengan banyak pohon yang
mengelilingi, seperti pohon jeruk, nangka, sirsak, pepaya dan di belakang rumah
masih penuh dengan pohon bambu.
Keadaan tahun 2010 (Potret dari Laptop Compac), Dokumen Pribadi |
Hanya ada sedikit
perubahan, yakni depan rumah sudah di aspal dan saat itu kampungku sedang
mengikuti lomba kebersihan yang di adakan provinsi, yang mana pemenangnya akan
menjadi wakil provinsi dalam lomba keberhasilan tingkat nasional. Tapi sayang
seribu sayang, setelah berhasil menjadi pemenang lomba tidak jadi di ikutkan
sebagai wakil provinsi dan konon katanya pihak provinsi lebih memilih daerah
yang masih berada di wilayah kelahiran sang Gubernur.
Selama di kampung
halaman, banyak hal yang aku temui dan semua itu membuat senang serta bahagia. Apalagi
bisa merasakan makanan khas kampung halaman yang sudah lama tidak aku rasakan. Entah
itu kasoami, kapussu nosu, maupun ikan yang selalu dalam keadaan segar ketika
di beli bahkan tak jarang ikan yang dijaula masih bergerak alias hidup.
Di satu sisi, aku bisa
berkunjung ke rumah sanak saudara yang dekat maupun yang jauh jaraknya dari
rumah. Mengunjungi nenek yang kini sudah memasuki usia renta dan mulai pikun. Sesekali
juga aku menyempatkan diri untuk berkumpul dengan teman-teman. Dan kebetulan
saja waktu itu berdekatan juga dengan acara pesta demokrasi, yakni pemilu
legislatif sehingga suasana kampung semakin ramai setiap harinya. Bahkan suasananya
seperti hari raya besar saking ramainya setiap hari sampai hari H pemilihan.
Namun tak hanya itu,
masih ada hal lain yang membuatku senang lagi ketika berada di kampung, yakni kabut yang sering menyelimuti kampung ketika
hujan datang. Entah itu ketika hujan dengan intensitas kencang maupun ringan. Dan
bagiku pemandangan itu sungguh menakjubkan serta sayang bila di sia-siakan. Beberapa
di antara berhasil aku abadikan ke dalam kamera Handphone meskipun hasilnya
mungkin gak sebagus jepretan kamera DLSR.
Ketika itu, aku sedang
menelpon di atas bukit yang merupakan asal mula kampungku berdiri sebelum
sedikit demi penduduk bergeser ke lembah di bawahnya yang akhirnya bertahan menjadi
pemukiman sampai saat ini. Oh iya, aku menelpon dibukit tersebut karena
jaringan seluler hanya sampai di situ saja. Dan bila sedikit saja bergerak
menuruni bukit, maka jaringan di pastikan perlahan-lahan akan menghilang dari
peredarannya.
Konon bukit tempat aku
menelpon saat itu memiliki nama yang keren dan sering membuat orang kaget
ketika mendengarnya. Dan nama yang aku maksud adalah Kayangan (Desa Kayangan).
Karena setiap pendatang sering kaget ketika mendengar nama itu, akhirnya kepala
kampung (saat itu belum ada yang namanya
kepala desa) mencoba mengubah nama tersebut menjadi Kahyanga atau Kahianga.
Di situlah aku
mengabadikan kabut ke dalam kamera Handphone yang aku miliki. Ketika itu hujan
mendadak deras dan angin kencang, namun tidak berlangsung lama. Setelah itu
hujan hanya dalam intensitas rendah dan saat itulah kabut terbentuk secara
perlahan-lahan. Beberapa di antaranya bisa di lihat di bawah ini :
Itulah ceritaku kali
ini tentang kampung halaman dan kabut yang berhasil aku abadikan ke dalam
kamera Cross A18 yang aku miliki.
Makassar, 20 April 2015
pengalaman yang menyenangkan sekali bisa kembali ke kampung halaman, pemandangannya indah, lihat jalanan yang di aspal membuat saya ingat jalanan di sekolah saya waktu mts. Kabut memang suatu hal yang menarik, saya hanya melihat kabut pada saat jalan-jalan ke tempat wisata :)
BalasHapusHehehe... makasih mas Aldi untuk apresiasinya.
HapusWah meskipun siang juga bisa terjadi kabut gitu yaa? Ngeri juga sih tapi, jarak pandang terbatas. Harus ekstra waspada :))
BalasHapusTapi keren mas. Bisa pipis diatas kabut :v
Iya kewaspadaan harus tetap di tingkatkan.
HapusHahaha... bisa aja ni mas bercandanya.
Subhanallah Mas.. 4 tahun lamanya gak pulang ke kampung halaman? Duh.. rindu tiada terperi ya :')
BalasHapusGak juga mba Hilda, udah terbiasa dari kecil kok sering di tinggal. Orangtua juga sering datang menjenguk sekalian belanja pakaian atau horden pesanan orang.
HapusFiuuh foto-fotonya bagus..... pemandangannya keren ^_^
BalasHapusHahaha... bisa aja Mba, tu kan pakai kamera standar yang ada di Handphone
HapusJauh .juga ya kampungnya. Duh lautnya tenang serasa damai.
BalasHapussalam,
http://alrisblog.wordpress.com
Lumayan jaraknya mas. Alhamdulillah pemandangan laut lepas bisa membuat pikiran tetap tenang dan tetap bersyukur akan anugerah Yang Maha Kuasa berikan.
Hapuskapan2 kita memotret kabut keabadian di atas gunung...
BalasHapusWah... boleh juga, pengen sekali ikut mendaki gunung.
Hapusasik ya kampungnya masih asri. di kampung saya udah banyak yg berlangganan air PAM...artinya air dari sungai dan tanah sudah tdk memadai :(
BalasHapusAlhamdulillah Mba Kania. Tapi di sana tidak ada sungai, jadi kalau untuk mendapatkan air harus buat bak penampungan dulu untuk menampung air hujan.
Hapuskampung halamannya tampak asri mas,pasti betah ya tinggal disana kayaknya adem gitu :D
BalasHapusAlhamdulillah, adem sekali Mba Defa. Bukan betah saja, tapi ngangenin kalau udah ninggalin kampung halaman.
HapusAsri tuh kampung halamannya.. Kayaknya hawanya jg adem
BalasHapusAlhamdulillah kurang lebih demikian.
Hapus