Bulan Ramadhan dan Sahur Pertama Di Perantauan

Ilustrasi, Sumber : www.pondokhati.wordpres.com

Gak terasa, sebentar lagi bulan ramadhan akan tiba. Bulan yang selalu di nanti-nanti kedatangannya oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Bagi kaum muslimin, bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Bulan di mana ampunan dan pembebasan dari api neraka dijanjikan Allah Yang Maha Kuasa untuk umatNya terutama mereka yang ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam beribadah.

 

Bulan Ramadhan selalu menciptakan ceria dan cerita bagi seluruh kaum muslimin di dunia. Di Indonesia awal Ramadhan punya cerita yang berbeda., hampir setiap Ramadhan pemerintah dan Muhammadiyah selalu berbeda dalam penentuan awal Ramadhan. Muhammadiyah selalu melaksanakan puasa satu hari lebih awal dari pihak pemerintah. Buat saya pribadi, perbedaan awal Ramadhan bukanlah suatu masalah selama itu sesuai keyakinan masing-masing dan kita saling menghargai satu sama lain.

Bagi sebagian mahasiswa, Ramadhan menjadi berkah tersendiri, karena akan menghemat uang makan. Pada tahun itu, untuk kedua kalinya saya merasakan puasa di perantauan, jauh dari orang tua. Memang, ada kegalauan tersendiri tidak bisa berbuka dan sahur bersama kedua orang tua. Dan terlebih ketika harus bangun untuk sahur.

Sedih juga rasanya awal puasa kali ini gak bisa bareng keluarga tercinta. Kegalauan menyertaiku yang notabene hidup sebagai perantau. Yah, beginilah nasib kalau orang yang merantau, hehehe... Hidup sendiri merupakan salah satu konsekuensi yang mesti ku ambil sejak 7 tahun yang lalu demi angan masa depanku yang lebih baik. Jauh dari orang tua dan juga “orang yang disayangi” pastinya udah jadi otomatis dong, gak bakalan bisa ditawar-tawar lagi. Rasa ingat kampung halaman dan masakan orang tua merupakan memori terindahku dalam sebuah perantauan. Bagaimana teman-teman, ada gak yang puasa pertamanya jauh dari keluarga? (kalau ada berarti kita senasib ya...)

Saat hari pertama sahur saya bangun pukul 03.00 dan mempersiapkan makanan. Setelah selesai menyiapkan makanan untuk sahur, saya termenung dan memperhatikan sekitar saya yang begitu hening. Ah, ternyata saya hanya sendirian melaksanakan sahur kali ini di keheningan malam di saat orang lain sedang bersukacita menyambut awal Ramadhan bersama keluarga yang di cintai.

Apa daya hanya tetes air mata, rindu dan galau yang menemani sahurku di hari pertama awal puasa. Semakin lengkap lagi kesedihan ini karena saya sahur hanya dengan tempe, nasi dan secangkir teh hangat. Tapi semua kesedihan dan kegalauan itu tidak menghalangiku untuk tetap melaksanakan ibadah puasa. Tahun ini saya berharap agar Allah SWT masih mempertemukanku dengan Ramadhan yang tinggal satu bulan sepuluh hari lagi.

Itulah ceritaku saat pertama kali merasakan sahur di perantaun yang jauh dari keluarga. Bagaimana dengan teman-teman, apakah punya kisah menarik dan unik seputar bulan ramadhan.

Makassar, 7 Mei 2015