Saya, Teman-Teman Kompasianer, dan Bupati Bantaeng, Dok. Ambae |
Di
Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, terdapat seorang sosok yang begitu
mengagumkan. Seorang sosok yang berhasil mengubah wajah kabupaten yang dulunya
tertinggal menjadi indah, rapi, bersih, hijau dan nyaman serta semakin maju.
Semenjak ia di percaya untuk menjadi pemimpin, wajah Bantaeng secara
perlahan-lahan berubah menjadi lebih baik. Berkat ilmu pengetahuan dan
pengalamannya, ia mendedikasikan hari-harinya untuk mengubah Bantaeng menjadi
lebih indah dan nyaman.
Kini,
ia menjadi sosok yang menginspirasi sekaligus idola semua orang berkat
keberhasilannya. Hal ini terbukti ketika ia terpilih kembali untuk kedua
kalinya dalam pemilihan bupati, di mana ia menang telak dengan suara kurang
lebih 70 persen. Di mata masyarakatnya, ia telah di anggap sebagai seorang
tokoh pembawa perubahan. Sebuah penghargaan yang menurut saya pantas jika
dilihat dari apa yang telah ia perbuat selama menjadi pemimpin di tanah
Bantaeng.
Sosok
itu tak lain adalah Nurdin Abdullah. Ia dilahirkan di Pare-Pare, 7 Februari
1963 dan di tahun 2015 ini usianya telah genap menjadi 52. Selama menjadi
bupati di periode pertama, ia ternyata sudah menerapkan yang namanya blusukan.
Di mana ia suka keluar masuk kampung dan pemukiman hanya untuk berdialog lepas
dengan warganya. Entah itu daerah pegunungan, dataran rendah maupun pesisir di
mana nelayan bermukim, ia akan tetap mengunjunginya dengan tujuan untuk
mengetahui apa saja kebutuhan yang di inginkan oleh warganya.
Baginya,
cara ini sangat ampuh untuk mengetahui segala permasalahan yang akan di hadapi.
Bahkan akan lebih memudahkan dalam mengambil keputusan dan tentunya keputusan
yang di ambil akan tepat sasaran. Tak hanya itu saja, ia juga seorang pemimpin
yang ramah, murah senyum, tidak segan-segan untuk menerapkan ilmu dan pengalaman
yang ia miliki, amat ringan tangan untuk berbagi kepada sesama dan mudah
berbaur dengan siapa saja.
Dalam
kesehariannya, ia selalu menyempatkan diri untuk berolahraga pagi, entah itu
bersepeda atau jalan kaki keliling kota Bantaeng sekaligus melihat-lihat
apalagi yang kurang dari kota yang ia pimpin. Ia juga tak segan untuk menyetir
mobil sendiri bahkan tanpa memerlukan pengawalan yang ketat seperti halnya
pejabat pada umumnya.
Setiap
kali menyempatkan untuk berolahraga pagi, ia ikut berbaur dengan warganya dan
tak jarang mengajak untuk berdialog, baik itu dengan pedang kaki lima, petani,
tukang becak, nelayan dan lain sebagainya. Itu semua ia lakukan demi untuk
mendengarkan langsung harapan dan aspirasi dari warganya. Bahkan saat
berdialog, ia tak segan untuk duduk lesehan bersama warganya sambil menikmati
kuliner di pesisir pantai kota. Sehingga warga pun menjadi nyaman saat akan
berkeluh kesah.
Di
mata rakyatnya, Nurdin Abdullah juga merupakan sosok pemimpin yang merakyat
yang tak punya sekat birokrasi, di mana warga bisa bertemui langsung kapan pun
dan di mana saja jika ingin berdialog. Yang tak kalah menarik juga adalah ia
menyulap rumah jabatan bupati menjadi tempat untuk menjamu sekaligus menginap
tamu-tamu daerah. Ia menyediakan semua fasilitas yang dibutuhkan oleh para
tamu, sehingga tidak perlu lagi menyewa penginapan.
Aku
semakin terperangah lagi saat mengetahui kalau dirinya dan keluarga malah
tinggal di rumah pribadinya. Masyarakat pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan
ini, di mana setiap usai shubuh mulai ramai berdatangan untuk bertatap langsung
dengan pemimpin mereka. Namun mereka tak datang begitu saja, karena di dalam
pikiran mereka telah siap berbagai pertanyaan dan keluhan yang siap di
dialogkan dengan pemimpin mereka. Apalagi mereka tahu betul kalau pemimpin
mereka terkenal akan keterbukaannya dan selalu melayani dengan baik.
Sebagai
seorang pemimpin atau lebih tepatnya pelayan masyarakat, ia berusaha sebisa
mungkin menyediakan waktunya untuk selalu melayani rakyatnya, utamanya yang
berkaitan dengan solusi dari permasalahan yang di hadapi, serta tak lupa untuk
selalu berupaya meningkatkan usaha dan tingkat kesejahteraan rakyatnya.
Saat
ia pertama kali menjadi pemimpin di tanah Bantaeng, tak ada yang namanya
program 100 hari kerja sebagai target yang harus segera di raih. Karena
menurutnya, semua program adalah target yang harus di capai, namun akan lebih
baik jika program tersebut sesuai dengan visi misi telah di desain sebelumnya.
Di mana ia telah mendesain Bantaeng untuk 20 tahun yang akan datang yang di
fokuskan pada “pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat”. Karena
baginya, jika masyarakatnya sejahtera otomatis pembangunan akan berjalan dengan
lancar.
Makassar,
31 Mei 2015
Catatan :
*Artikel ini di sadur dari akun Kompasiana
saya dan sedang di ikutkan dalam kompetisi "Dayakan Indonesia" yang di adakan Kompasiana*
syukur dapat pemimpin amanah dan mendekat dengan rakyat di daerah banteang. semoga daerah yang dipimpin semakin sejahtera. aamiin
BalasHapusAmiin... semoga saja.
Hapussemoga selalu menjadi pemimpin yang amanah dan membela rakyatnya
BalasHapusSemoga. Amiin....
HapusBupatinya low profile ya, Mas. Semoga selalu begitu sampai masa jabatannya berakhir, bahkan selamanya semoga selalu begitu :)
BalasHapusIya, kurang lebih demikian. Saya yakin akan selalu seperti itu sampai jabatannya berakhir karena sebelum menjadi bupati, beliau adalah seorang dosen sekaligus guru besar yang di sukai sekaligus disegani mahasiswa/i-nya.
Hapuskalau gak salah Beliau pernah tinggal di Jepang ya?
BalasHapusIya benar. Beliau ngambil S2 dan S3 di Jepang. Beliau juga menerapkan ilmu yang di peroleh di Jepang ke dalam pemerintahannya, contohnya seperti membuat DAM agar tidak banjir lagi dan ternyata berhasil.
HapusSemoga pak Nurdin Abdullah yang telah menjadikan banyak perubahan menjadi lebih baik dan sejahtera bagi rakyat tidak menjadikan bapak menjadi sombong.....semoga bapak Nurdin selalu disayangi olah Allah SWT dan seluruh mahluk=Nya....aaaaamiiiiiiiiiin
BalasHapusAmiiin,
HapusInsya Allah akan selalu menjadi Bapak Nurdin Abdullah yang selama ini di kenal oleh orang banyak, di mana beliau selalu berpikir bagaimana untuk mensejahterakan rakyatnya. Beliau juga gak seperti pemimpin kebanyakan yang lebih banyak berorientasi proyek bukan program.