Kamis, 28 Juli 2016

Cahaya Bisa Pengaruhi Mood


Cahaya bisa pengaruhi mood
Pencahayaan Pada Ruangan Via www.desain-minimalis.com
Cahaya bisa mempengaruhi mood dan psikologi? Ah, masa sih bisa sampai segitunya. Yang benar saja, kayanya nggak mungkin deh. Jangan mengada-ngada bro, yang realistis saja ngomongnya.

Perasaan yang bisa memberikan pengaruh mood alias suasana hati itu seperti saat mendengarkan musik, melihat warna yang disukai, melakukan sesuatu berdasarkan hobi, olahraga, nonton, dan nggak mencium aroma yang ada pada masakan atau makanan serta minuman.

Nah, ini malah cahaya. Bagaimana caranya cahaya bisa mempengaruhi mood? Sejak kapan hal itu terjadi dan tahu dari mana? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya berputar dalam kepala. Yang tentu saja semuanya menuntut untuk segera di jawab sebelum menjadi beban pikiran dalam waktu yang lama.

Untungnya, saya nggak perlu membutuhkan waktu untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Malah jawaban itu datang dengan sendirinya saat mengambil mata kuliah Perancangan Ruang Dalam atau Interior. Bahkan termasuk ketika mengikuti seminar yang berhubungan dengan cahaya. Dimana dari kedua moment itu, saya akhirnya sadar dan percaya bahwa cahaya bisa juga mempengaruhi mood seseorang.

Tak hanya itu saja, lewat cahaya mood juga bisa dihadirkan atau dengan kata lain bisa di atur. Tentunya hal itu harus melewati perencanaan dan dilanjutkan ke tahap desain, yang tak lain dilakukan oleh arsitek. Kemudian barulah masuk ke tahap terakhir, yakni mewujudkan hasil  desain tersebut ke dalam bentuk nyata.

Seperti yang pernah dikatakan oleh dosen mata kuliah interior saya beberapa tahun lalu, bahwa desain yang baik mampu mengatur suasana hati penggunanya sesuai dengan kebutuhan. Contohnya, untuk ruang kerja sebaiknya dibangun suasana yang mampu meningkatkan semangat bekerja dan memacu kreativitas. Sebaliknya, ruang tidur harus dibuat senyaman mungkin agar mampu membuat rileks dan 'memaksa' kita untuk beristirahat.

Pencapaian suasana ini dilakukan dengan memanfaatkan pendekatan indera. Mulai dari visual (mata), audial (telinga), raba/sentuh, hingga indera penciuman. Meski semua indera berperan, tetap saja mata memegang peranan paling penting. Desain memang erat kaitannya dengan dunia visual. Maka tak heran kalau kemudian ada penelitian yang menyebutkan bahwa pencahayaan bisa mengubah suasana hati atau psikologi penggunanya.

Hal senada juga pernah disampaikan oleh Ren Katili (Arsitek tropis dan interior) setahun yang lalu. Ketika itu ia menjadi pemateri seminar yang diadakan oleh PT Philips Indonesia di Mall Ratu Indah (MaRI) Makassar. Dimana kebetulan juga saya merupakan salah satu peserta seminar yang hadir. Dan saya pun mencoba mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan mengenai penggunaan cahaya dalam hunian.

Menurutnya, cahaya matahari (daylight) berubah sepanjang hari. Mulai dari pagi hingga menjelang malam, yang mana yang mengalami perubahan adalah intensitas dan warna cahaya itu sendiri. Perubahan inilah yang kemudian mempengaruhi hormon dalam tubuh, yaitu cortisol dan melatonin.

Sekitar pukul 9.00, hormon cortisol meningkat karena terkena cahaya matahari sehingga kita merasa aktif dan bersemangat. Sementara, ketika cahaya matahari berkurang (sekitar pukul 15.00), hormon melatonin mengalahkan cortisol sehingga kita merasa lelah dan mengantuk.

Namun demikian, kita juga dapat mengubah atau mengatur pencahayaan itu ketika masuk ke ruangan, sehingga mood tetap terjaga. Sedangkan tujuannya lainnya adalah untuk membuatnya tidak berlebihan atau sebaliknya saat masuk ke dalam ruangan. Yah, kurang lebih bisa di atur seperti yang di inginkan.

Lalu bagaimana dengan cahaya buatan seperti lampu. Apakah kita bisa mengaturnya seperti halnya yang terjadi pada cahaya matahari?

Jawabannya tentu saja bisa, malah lebih mudah lagi bahkan kamu bisa berkreasi sesuai imajinasimu. Entah itu mau di tempatkan di ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, kamar tidur, maupun ruangan-ruangan lainnya. Sehingga mood dan psikologi penghuni di dalam ruangan tetap terjaga dan aktivitas jadi lancar.

Contoh, nafsu makan berkurang ketika berada diruang makan. Maka untuk membuatnya tetap terjaga bahkan meningkat, kamu bisa mensiasatinya dengan mendesain area ruang makan itu seperti suasana di restoran, cafe-cafe dan semacamnya. Pengunaan cahaya redup dan romantis seperti itu bisa membangkitkan nafsu makan. Percaya atau tidak, coba saja bandingkan saat makan di rumah dengan pencahayaan yang biasa-buasa saja dengan saat berada di restoran atau semacamnya.

Begitu pula dengan di ruangan lainnya, kamar tidur misalnya. Di sini kamu bisa menggunakan lebih dari satu pencahayaan, yang tentunya fungsinya berbeda-beda. Dimana area membaca, lemari dan meja rias menggunakan pencahayaan yang terang. Sedangkan area tempat tidur sebaiknya menggunakan cahaya redup, seperti biru yang bisa membuat kita jadi rileks. Atau bisa juga menggunakan warna lainnya yang bisa menghadirkan suasana romantis (buat kamar pasangan). Kamu bisa meniru suasana kamar di hotel untuk yang satu ini.

Intinya, cahaya juga ternyata bisa mempengaruhi mood. Dimana kamu bisa mengaturnya sesuai dengan fungsi setiap ruangan dan aktivitas penghuninya. Sehingga kita merasa lebih nyaman dalam beraktivitas.
So... Apakah kamu sudah tahu tentang hal  ini dan mencoba mempraktekkannya dalam hunianmu? Kalau belum, mungkin susah saatnya untuk di coba. Tidak ada salahnya kan mencoba menerapkannya.
Makassar, 28 Juli 2016

16 komentar:

  1. Pantesan kalo uda jam 9 pagi rasanya seger dan energik ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah satu pengaruhnya ya itu tadi, soal cahaya.

      Hapus
  2. Baru tau aku kalo cahaya itu ada pengaruhnya...nice infonya gan..:)

    BalasHapus
  3. Aku malah nggak bisa tidur kalau pencahayaan kamar redup, rasanya malah pusing. Mending terang atau gelap sama sekali kalau buat kamar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi karena faktor kebiasaan. Tapi kalau mau nyoba, bisa meniru pencahayaan kaya di hotel-hotel.

      Hapus
  4. betul mas, satu contoh mudahnay ketika kita sdh menyalakan lampu tidur, gak lama kemudian kita mengantuk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kurang lebih seperti itu contoh paling simple.

      Hapus
  5. kalo dari jenis lampunya itu ngaruh juga gak ya mas? misalkan lampu biasa dengan lampu LED.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jenis lampu ada juga ngaruhnya mas. Termasuk antara Lampu Biasa dan LED. Pertama yang saya coba tes mengenai suhu. Lampu biasa itu panas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan lampu LED. Cahaya yang di hasilkan juga ada perbedaannya.

      Hanya saja soal harga, lampu LED lebih mahal dari lampu biasa. Tapi kalau mau rumahnya menggunakan lampu LED, saran saya cicil saja dulu belinya. Itu kalau dana yang di miliki terbatas.

      Hapus
  6. iya pengaruh banget, teman ku yang arsitek juga mempelajari tentang ini pencahayaan. bisa kita manfaatkan untuk dalam keseharian agar mood jadi positif terus :)
    trimakasi gan sudah berbagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju tuh, di manfaatkan untuk hal yang positif. Semoga bermanfaat gan.

      Hapus
  7. Kalo di kantor peng-aplikasiannya gimana ya mas? Kadang terlalu terang juga, silau...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi saat membeli lampu tidak memperhatikan faktor pengguna atau nggak jenis ruangnya. Artinya, lampu yang di beli cahaya terlalu tinggi. Coba gunakan lampu yang watt-nya dibawah yang saat ini digunakan. Atau nggak bisa juga menggunakan lampu LED yang bisa di atur ke beberapa mode pencahayaan. Kalau nggak salah baca, sekarang sudah ada yang sampai 3 mode pencahayaan, yakni terang, sedang dan redup seperti cahaya lampu tidur dikamar hotel.

      Semoga bisa membantu.

      Hapus
  8. Tapi saya malah sering mengantuk ketika jam-jam 10 pagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biasa begadang sampai shubuh mungkin makanya, suka ngantuk. Atau suka sarapan nasi yang banyak setiap paginya. Terakhir, bisa jadi penyakit bawaan.

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...