Pelabuhan Soekarno-Hatta, Dok. Pri tanggal 19 Juni |
Waktu
begitu cepat berlalu. Tak terasa bulan ramadan tahun ini sebentar lagi bakal
berakhir. Satu persatu para perantau mulai mudik ke kampung halamannya
masing-masing. Pelan tapi pasti, jalanan ibukota pun mulai terlihat lengang dan
sepi. Tak ada lagi kemacetan, apalagi bunyi klakson kendaraan roda empat maupun
roda dua yang biasanya bersahut-sahutan bak sebuah perlombaan bahkan terkadang
mirip alunan musik.
Dari
ujung timur sampai ujung barat Indonesia, para perantau ramai-ramai memanfaatkan
momentum lebaran untuk kembali ke kampung halaman demi bisa berkumpul dengan
sanak saudara yang telah ditinggalkan, kurang lebih selama satu tahun terakhir
ini. Al hasil, fenomena mudik yang sudah menjadi tradisi setiap tahun kembali
menjadi tontonan menarik, unik dan sayang jika dilewatkan begitu saja.
Ya,
bagaimana tidak demikian? Tradisi unik ini konsisten setiap tahun terjadi di
Indonesia dan jarang ditemukan di negara lain. Sebuah tradisi yang seakan
menjadi keharusan di negeri ini setiap kali menjelang Hari Raya, khususnya Idul
Fitri.
Namun
tahukah kamu, kalau dibalik kembalinya fenomena mudik lebaran ini ada
perjuangan panjang yang harus dilalui oleh para pemudik? Perjuangan yang
lumayan melelahkan, menguras tenaga, pikiran, emosi, bahkan lumayan menyita
waktu juga. Dimana hal itu dilakukan demi mendapatkan selembar tiket dan bisa
bertemu sanak saudara di kampung halaman tentunya. Perjuangan seperti apakah yang di maksud itu? Berikut ulasan singkatnya dibawah
ini :
Berburu
Bahkan Sampai Rebutan Tiket
Perubahan Tiket Pelni dari Tahun 2015, Dok. Lima Sendok |
Biasanya
dan terkhusus untuk calon penumpang kapal laut atau PELNI, para calon pemudik
mulai memadati travel penjualan tiket jauh-jauh hari sebelumnya. Contohnya
seperti musim mudik tahun ini, khusussnya wilayah Makassar antusias calon
pemudik meningkat drastis dari tahun sebelumnya. Terbukti dengan ramainya
travel penjualan tiket PELNI sejak awal ramadan tiba dan ludesnya tiket sampai
tanggal 28 Juni kemarin. Yang mana paling banyak di dominasi oleh calon pemudik
tujuan Bima, Sulawesi Tenggara dan sekitarnya, Ambon, sampai Irian Jawa atau
Papua.
Saking
banyaknya yang berburu tiket dan begitu tingginya animo mahasiswa yang mau
mudik, saya sendiri sampai harus mutar-mutar ke beberapa travel demi
mendapatkan beberapa lembar tiket untuk kedua orangtua yang kebetulan sempat
berkunjung ke Makassar untuk berobat. Untungnya, saya masih dapat tiket untuk
keberangkatan tanggal 19 Juni. Beda lagi dengan adik saya, ia harus memburu
tiket malam-malam sampai ke kantor PELNI cabang Makassar. Itupun dapatnya untuk
keberangkatan tanggal 30 Juni kemarin, yang kebetulan sheat yang tersisa
tinggal sedikit. Sedangkan teman-teman saya yang telat membeli seperti adik
saya, ada yang dapat tanggal 1 dan 2 Juli.
Tak
cuma tiket kapal PELNI yang diburu, tiket pesawat pun demikian. Khusus tujuan
WaKaToBi saja harus memesan jauh-jauh hari sebelumnya sekaligus berburu promo
tiket murah. Karena kalau menunggu sampai pertengahan atau akhir ramadan baru
memesan tiket, harga tiket bakal melonjak drastis sampai tembus di harga 1,1 –
1,2 juta. Dan saya yakin untuk tujuan Indonesia Timur lainnya, seperti Manado,
Gorontalo, Ambon, dan Papua pasti akan melonjak drastis juga.
Lalu
bagaimana dengan para calon pemudik yang tinggal di wilayah Indonesia Bagian
Barat. Ternyata hal yang sama pun terjadi dan lebih ekstrim lagi disana. Untuk
mendapatkan selembar tiket kereta saja, calon pemudik harus rela antre
berjam-jam di stasiun bahkan sampai harus berebutan. Itupun belum seberapa bila
dibandingkan dengan yang memesan tiket via online, yang tentunya tak kalah
banyak juga. Hanya demi selembar tiket untuk bisa pulang ke kampung halaman,
tengah malam pula, calon pemudik sudah memesak tiket 90 hari alias 3 bulan
sebelum keberangkatan. Itu saja sheat yang tersisa tinggal sedikit.
Lantas
bagaimana dengan yang memesan tiket bis dan pesawat? Tentu jawabannya bakal
sama pula seperti yang terjadi pada pembelian tiket kereta. Dan yang pastinya
khusus tiket pesawat, pasti banyak yang rela begadang tengah malam untuk
berburu tiket. Atau nggak berlomba-lomba memesan tiket lewat aplikasi online
yang sudah ada dan terpercaya.
Nekat
Menginap di Pelabuhan
Penumpang Menginap dan Baru Tiba Berdesakan, Dok. Pribadi |
Di
kapal hal yang sama terjadi juga bahkan lebih ekstrim lagi. Dari pengalaman
saya sebelumnya dan masih terjadi sampai saat ini, meski saya mudik terakhir
tahun 2011, penumpang harus berdesak-desakan mulai masuk terminal pelabuhan,
menuju tangga kapal, hingga berada di dalam kapal pun kadang masih demikian.
Belum lagi harus memasang kuda-kuda yang kuat agar tidak terjatuh atau
terpental saat di tabrak oleh buruh pelabuhan yang berlomba-lomba mencari
nafkah.
Emang
sekuat apa sih para buruh pelabuhan itu? Lumayan kuat, mirip-mirip kekuatan
ksatria Yunani, pasukannya Leonidas di film “300 Sparta –Rise Of An Empire
2014”. Bahkan meski terlihat kurus, mereka masih bisa mengangkat beban yang
beratnya 3-5 kali dari berat badan mereka. Yah, bisa dibilang mereka adalah
Hulk di dunia nyata. Dan kalau berlari pun sama kuatnya dengan Captain Amerika
ciptaan Marvel Studio.
Kembali
lagi ke penumpang yang rela dan nekat tidur di pelabuhan. Selain karena ke
khawatiran tidak kebagian tempat tidur, biasanya juga penumpang yang melakukan
hal demikian karena jarak dari pelabuhan dengan tempat kost, menginap atau
tempat tinggal sebelumnya lumayan jauh. Dan yang pastinya kalau balik lagi ke kost
atau penginapan bakal memakan biaya double bahkan lebih.
Namun
tak hanya itu saja penyebabnya. Ada alasan lain juga, seperti faktor alam dan
faktor lain-lain. Yang mana kadang menyebabkan kapal jadi delay alias
tidak sesuai jadwal yang tertera di tiket. Menariknya, delay-nya tidak seperti
yang terjadi di bandara dan kadang nggak cuma 1-2 jam saja, tapi lebih.
Berapa
lebihnya? Jawabannya beragam. Dari pengalaman saya, ada yang 3 jam, 4 jam, 6
jam, sampai 8 jam. Dan pengalaman saya tahun lalu saat mengantar salah satu
adik saya, kapalnya delay 8 jam. Dimana saya sudah berada di pelabuhan
sejak pukul 3 dini hari (sehabis sahur), sedangkan kapalnya baru sandar di
pelabuhan jam 12 siang. Itu pengalaman saya, tapi ada yang lebih dari itu juga
dengan kapal yang sama dan menunggu kapalnya sejak magrib, yang jika di
hitung-hitung orang tersebut lebih lama 9 jam dari yang saya alami.
Lalu,
bagaimana dengan tahun ini? Pengalaman yang sama masih terjadi, saya menunggu kurang
lebih 5 jam lamanya saat mengantar kedua orang tua ke pelabuhan tanggal 19 Juni
lalu. Dimana kapalnya seharusnya sandar dipelabuhan jam 1 dini hari, malah baru
nongol usai shubuh atau sekitar jam 5.30 waktu Makassar. Padahal itu juga sudah
pernah di tunda sebelumnya, dimana jadwal awalnya sebenarnya adalah jam 8
malam.
* * *
Namun
demikian, khusus kapal PELNI untuk tahun ini lumayan ada perubahan dan saya
yakin itu pasti instruksi langsung dari Menteri Perhubungan, Pak Ignasius
Jonan.
Apa
saja perubahan yang dilakukan? Calo tiket kapal mulai ditekan dan sudah tidak
seramai tahun-tahun sebelumnya, itu yang saya perhatikan di Makassar. Tiket
yang dijual agen atau travel penjualan tiket dibatasi, dengan kata lain di
sesuaikan dengan kuota tempat tidur dalam kapal dan mungkin karena inilah tiket
kapal 3 minggu keberangkatan langsung ludes terjual.
Jika
dulu di tiket kapal ada kelas 1, 2, dan ekonomi. Mulai tahun kemarin hal itu
sudah tidak ada lagi dan kalau pun ada tinggal 1-2 kapal saja yang masih
mempertahankan tradisi lama itu. Terminat pelabuhan perlahan-lahan diperbaiki
dan hasilnya pun tak kalah dengan suasana bandara, mall bahkan terlihat mirip
lobi hotel. Kursi-kursi di ruang tunggu pun diganti dengan sofa, sehingga
pantat tidak tepos lagi kalau kelamaan duduk gara-gara menunggu kapal yang delay.
Travel atau agen penjualan tiket nakal pun di hukum.
Dan
yang terakhir yang saya ketahui, kejadiannya 2 hari terakhir ini adalah
menambah armada demi bisa mewujudkan warga, tepatnya mahasiswa yang ingin mudik
ke kampung halaman. Kasus ini terjadi pada calon penumpang tujuan Bima yang
tanggal 1-2 kemarin tidak kebagian tiket dan juga dikarenakan kapal sudah
penuh. Dimana armada yang di datangkan kurang lebih 2 unit kapal dengan kapasitas
penumpang kurang lebih 500 dan 300 penumpang. Kedua armada itu diberangkatkan
tanggal 3 kemarin dan satunya hari ini (tanggal 4 kalau tidak salah). Sehingga
mereka akhirnya bisa mudik juga.
Bagi
saya ini merupakan terobosan baru dibidang perhubungan laut, khususnya di
wilayah Indonesia Timur. Dan untuk ramadan tahun, kejadian ini untuk kedua
kalinya dilakukan mengingat penumpang tujuan Bima selalu membludak.
Terakhir, jangan lupa jaga barang bawaan anda agar tidak kecopetan,
khususnya penumpang kapal PELNI. Begitu juga dengan penumpang kereta, bis, dan
pesawat. Bagi yang mudik menggunakan kendaraan pribadi, utamakan keselamatan
agar selamat sampai tujuan. Ingat, sanak sauadara atau keluarga anda sedang
menunggu di rumah dikampung halaman. Dan kata orang tua dulu dikampung halaman
saya : “Tidak Ada Yang Jual Nyawa di Pasar Sana”.
Selamat Mudik
Selamat Mudik
Taqabbalallahu
Minna Wa Minkum, Shiyamana Wa Shiyamakum.
Selamat
Hari Raya Idul Fitri 1437 Hijriah
BTN
ANTARA Makassar, 4 Juli 2016
Walau heboh tapi ada kesan sendiri ya. Aku juga alhamdulillah mudik nih masih di jalan. Maaf baru bisa bw selama ramadhan
BalasHapusAlhamdulillah Mbak Lidya, mudik selalu punya kesan tersendiri. Dan tentunya kesan itu selalu menarik untuk diceritakan maupun dikenang.
HapusNaik kapal pelni memang penuh kenangan, jadi ingat dulu waktu main ke Ambon berangkat dari Serabaya. Kapalnya penuh sekali, sampai tidur di bawah tangga dalam kapal...
HapusBegitulah serunya naik kapal Pelni mas Haris. Yang nggak kebagian tempat tidur terpaksa deh nyari tempat kosong, seperti bawah tangga, depan ruang informasi, depan tangga, dekat musholla, atau di dek luar yang beratapkan langit tanpa dinding juga.
HapusSukses juga buat sgsn.
HapusSeru ya, perkapalan pun banyak berbenah, tinggal udara nih belom kelar2 mas, mampir ya www.ryokusumo.com..salam
BalasHapusYa, kurang lebih begitu. Nggak kalah seru sama suasana mudik lewat jalur darat yang sering macet itu.
HapusSiip, nanti saya kunjungi balik blognya.
Sepertinya sudah betah tinggal di Makassar daripada di kampung halaman.
BalasHapusTapi jadi penasaran juga sama suasana mudik disana. Tahun 2009 pernah tinggal dirumah Om saya selama 3 bulan. Sayang nggak jadi lebaran di Surabaya waktu itu, malah disuruh pulang cepat. Padahal lebaran tinggal bebeeapa hari lagi.
Perjuangan banget ya untuk mudik, selamat berkumpul dengan keluarga :)
BalasHapusYah, bisa dibilang begitu. Perlu perjuangan ekstra setiap kali musim mudik tiba.
Hapus