Sabtu, 23 Juli 2016

Ternyata Begini Rasanya Menginap di Hotel

Menginap di Hotel
Interior hotel, dok. pribadi
Jika dihitung-hitung, dalam beberapa tahun belakangan ini sudah banyak kali saya berkunjung ke hotel-hotel yang ada di kota Makassar. Namun sayangnya dari semua kunjungan yang pernah saya lakukan, baru sekali saya merasakan empuknya kasur hotel alias menginap di dalamnya. Sedangkan sisanya hanya berakhir di lobi, ruang auditorium sebagai peserta seminar, tempat parkir saat ngantar teman, bahkan pernah sebagai pekerja alias pengawas lapangan saat sedang mengambil mata kuliah Kerja Praktek 2 (belajar menjadi seorang perencana).

Sungguh ironis memang, tapi fakta yang terjadi benar adanya. Saya hanya bisa woles saja dan santai menghadapinya. Yah mau bagaimana lagi, sampai hari ini biaya hidup saya masih ditanggung sama orang tua. Jadi, jalan satu-satunya hanya bisa woles saja dan sesekali berdoa biar ketiban rejeki nomplok. Salah satunya bisa menginap di hotel barang semalam, tapi kalau lebih dari itu juga ngak apa-apa. Yang namanya rejeki nggak boleh di tolak, tapi jangan lupa bersyukur. Ya, nggak?

Siapa sangka, impian saya untuk bisa merasakan empuknya kasur hotel terwujud juga. Menariknya lagi, saya tidak perlu mengeluarkan biaya sepersen pun selama menginap tiga hari dua malam. Emang benar ya kata kebanyakan orang, yang namanya rejeki nggak bakal kemana apalagi sampai ke tukar. Semua sudah ada porsinya, tinggal masing-masing pribadi mau berusaha, sabar dan tidak lupa untuk berdoa agar apa yang di impikan bisa terwujud. Seperti yang saya lakukan misalnya. hehehe...

Jadi ceritanya begini, pertengahan bulan Mei kemarin, saya terpilih sebagai salah satu dari 60 peserta pelatihan yang di adakan oleh BNPT selama kurang lebih tiga hari. Saat mendaftar saya berpikir pelatihannya dari pagi sampai sore saja dan itu artinya saya bakalan bolak balik dari kost ke tempat pelatihan. Tapi pikiran itu terpaksa harus saya revisi sehari menjelang pelatihan di mulai. Tepatnya saat membacanya pesan yang masuk ke email saya, dimana isinya peserta diwajibkan membawa pakaian dan peralatan mandi yang dibutuhkan.

Jujur, pengalaman ini merupakan yang pertama kali semenjak menginjakkan kaki di kota Makassar sejak delapan tahun lalu. Tak cuma itu saja, moment ini juga sekaligus yang kedua kalinya seumur hidup saya. Dimana untuk pengalaman pertama saat bersama teman-teman seangkatan, tepatnya awal tahun 2010 kalau saya tidak salah ingat. Ketika itu saya mengambil mata kuliah Sejarah Perkembangan Arsitektur, dimana di dalamnya ada program studi tour.

Saat itu pilihannya ada dua, yakni studi tour ke Bali atau Toraja. Meski ada yang pengen ke Bali, tapi suara terbanyak jatuh ke Toraja. Ya maklumlah, dari segi dana juga tidak semuanya mampu membayar biaya perjalanan kalau ke Bali. Karena sudah sepakat ke Toraja, maka berangkatlah saya dan teman-teman seangkatan dengan menggunakan bis pariwisata. Di sana kami menginap di hotel yang ada di tengah kota, tapi sayang nama hotelnya saya lupa. Selain itu, saya nggak begitu menikmatinya karena bertepatan dengan sakit gigi. Al hasil, kasur yang empuk pun jadi nggak berasa.

Lalu bagaimana dengan pengalaman kedua? Saya sungguh beruntung sekali karena tidak perlu megang pipi seperti pengalaman pertama. Kali ini suasana hotel bisa saya rasakan dengan baik tanpa harus nyengir atau merigis karena kesakitan. Mulai dari keramahan pegawai dan senyum khasnya saat memasuki lobi hotel, menuju lift, hingga masuk kamar yang akan saya tempati di lantai 7.

Empuknya bantal dan kasur serta selimut yang tebal membuat tidur saya menjadi lebih nyenyak dari biasanya. Bangun pagi pun badan jadi segar dan tidak pegal-pegal. Sangat berbeda jauh bila dibandingkan saat tidur di kost. Apalagi kasur yang saya pakai sudah tipis plus bantal keras, yang mana sering sekali menyebabkan leher jadi pegal, sakit dan kaku. Bahkan sering nggak pakai sarung pula. Hahaha...

Selain suasana kamar yang nyaman dan tentunya kasur yang empuk, fasilitas lainnya pun tidak saya sia-siakan. Salah satunya untuk pertama kalinya sarapan di hotel. Apalagi di pengalaman pertama, saya dan teman-teman tidak berani sarapan menu yang disiapkan oleh hotel. Nah, di kesempatan kedua ini sayang kan kalau kesempatan langka itu dilewatkan begitu saja. Apalagi menunya begitu menggoda dan jauh berbeda dengan menu sarapan saat di kost, itu pun kalau sempat sarapan sebelum ke kampus.

Karena baru pertama kali sarapan di hotel, hampir semua menu yang disukai saya coba. Tapi bukan ngambilnya banyak piring, melainkan dari setiap menu yang disediakan saya ambil sedikit saja. Jadinya dalam satu piring isinya beragam menu, itupun nggak ampe menggunung juga. Meski baru pertama kali sarapan di hotel, saya tetap menjaga etika juga dan nggak mau malu-maluin, apalagi sampai dibilang kampungan.

Selain itu, karena memang saya nggak biasa makan banyak. Maklum sewaktu kecil suka di marahi orangtua, terutama bapak kalau makanan yang saya ambil nggak dihabisin. Karena sudah sering di marahi dan di nasehati, saya pun selalu berusaha mengambil makanan sesuai kemampuan saja, bukan sesuai nafsu.

Nah, itulah cerita singkat dari saya mengenai pengalaman menginap di hotel. Pengalaman yang bagi saya merupakan hal langka dan bagi orang lain adalah hal biasa. Yang kalau di pikir-pikir, patut untuk dilestarikan juga saking langkanya dan terlihat sedikit udik. Hehehe...

Sampai di sini dulu ya, nanti kapan-kapan lagi saya lanjutkan cerita tentang hotel tempat saya menginap saat ikut pelatihan.

Makassar, 23 Juli 201

16 komentar:

  1. Mas arif bruntung banget bisa ke toraja
    Aku klo ke sulawesi yang takbidik itu wisata toraja
    Kayaknya keren bisa liat upacara adat yang rambu solok apa ya klo ga salah
    Mas foto hotelnya cuma satu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga belum berjodoh dengan acara yang satu itu. Baru dapatnya yang pemakaman biasa, tapi ramenya udah lumayan dan sudah sedikit tahu tentang tata caranya.

      Kata orang memang menarik sekali acara itu. Ada lagi foto lainnya Mbak Gustyanita, tapi buat cerita selanjutnya. hehehe...

      Hapus
  2. Haduh rif, ini mah kita sama kalau gitu. mulai nginap, belajar sama begadang udah dalam satu hotel.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... Iya, kalau yang ini memang sama satu hotel.

      Hapus
  3. Kalau saya sudah pernah ke Bali malah mas dan belum pernah ke Toraja hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kebalik ya. Saya sampai hari ini masih berharap untuk bisa ke Bali. Berapa kali ikut lomba menulis yang hadiahnya jalan-jalan ke Bali, tapi jodoh belum juga membaa saya ke sana.

      Hapus
  4. Pengin ke Makasar dan merasakan nyamannya nginep di Hotel kota Makasar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh tuh sekali-sekali, patut dicoba liburan ke sini.

      Hapus
  5. seru juga nginep dihotel, apalah saya, yang masih cuman nge kost, hahaha....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... saya juga masih anak kost, tapi karena rejeki lagi berpihak pada saya, akhirnya bisa juga merasakan bagaimana enaknya menginap di hotel.

      Hapus
  6. Ke toraja itu seru banget, upacara adat nya mantap dan kmrn sempet lihat pasar bolu yg jual hewan kerbau

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya belum sempat ke pasar ini. Soalnya waktu studi tournya nggak lama, cuma dua hari dan harus mempelajari sejarah, budaya, dan bangunan di sana.

      Kayanya saya perlu coba kapan-kapan, apalagi ada teman asli sana.

      Hapus
  7. Tinggal di hotel memang asyik banget Mas, yang gak asyik kalau bayar sendiri. hihihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... itu dia yang ditakutkan, apalagi kaya saya yang masih kuliah ini. Meski rasa ingin nginap di hotel tinggal, saya tetap harus bersabar dulu sampai ada rejeki nomplok. Contohnya kaya sekarang ini.

      Hapus
  8. Ini cerita tentang hotel Aryaduta Makassar ya Mas? Tadi baca posting yang setelahnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ini tentang hotel Aryaduta yang saya review belakangan.

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...