Sumber Gambar : www.kompasiana.com |
Untung ada BPJS!!!
Bagiku, hanya
itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan apa yang saya alami akhir Januari
sampai minggu pertama Februari beberapa bulan lalu. Sebagai seorang mahasiswa
rantau dengan kiriman yang pas-pasan, saya sempat dibuat pusing ketika
mendengar kabar bahwa adik saya yang kuliahnya satu kota dengan saya masuk
rumah sakit. Saat itu bukan masalah sakitnya yang membuatku pusing dan panik,
tapi saran dari dokter yang mengharuskan adik saya untuk di rawat selama dua
minggu di rumah sakit.
Menurut dokter
yang memeriksa adik saya, cara itu merupakan jalan terbaik jika adik saya mau
cepat sembuh dari penyakit types yang di deritanya. Alasannya lainnya juga
karena dokter tersebut tidak yakin adik saya akan dirawat dengan baik oleh
teman-temannya saat di kostan nanti, mengingat yang namanya anak kuliahan pasti
punya banyak tugas, kepentingan masing-masing serta hal-hal lainnya yang harus
dikerjakan juga.
Lalu, kenapa
saat itu saya jadi ikutan panik dan pusing? Padahal sebelum-sebelumnya setiap
kali penyakit types yang di derita adik saya kambuh lagi dan masuk rumah sakit
1 - 2 hari, saya merasa gak terlalu khawatir.
Jadi ceritanya
begini, saat itu bapak saya yang merupakan tulang punggung keluarga baru saja
pensiun dari PNS, satu bulan sebelumnya (bulan Desember 2014). Sedangkan yang
harus di biayai bukan hanya saya saja dan adik saya yang sedang sakit, tetapi
juga ada adik saya satu lagi yang sedang siap-siap untuk ujian skripsi.
Kebetulan juga saat itu saya baru habis seminar proposal skripsi (Jurusan
Arsitektur) dan sedang melakukan penelitian sekaligus mengejar target siapa
tahu bisa ikutan masuk studio akhir (2,5 bulan) dan wisuda bulan April.
Nah, yang
membuat saya pusing adalah dananya itu loh! Dimana yang harus dibiayai adalah
tiga orang sekaligus dan sedang memasuki masa-masa membutuhkan dana semuanya.
Gak di rinci pun pasti semua tahu kalaunya nantinya bakalan banyak dana yang
harus di siapkan oleh kedua orangtua saya (pensiunan PNS dan ibu rumah tangga).
Sebagai anak pertama, saya pun memikirkan hal demikian dan jadinya ikutan
pusing karena pikiran dalam kepala seperti orang yang sedang perang saking
berkecamuk. Terlebih lagi setelah ke esokan harinya baru saya ketahui bahwa
adik saya di rawat di ruang VIP. Dalam bayangan saya saat itu, dana yang
dibutuhkan pasti bakalan lebih banyak lagi.
Pikiran saya
semakin berkecamuk lagi saat akan mengambil obat untuk adik saya, dimana dari
daftar yang saya pegang ternyata obat yang harus di ambil di apotik rumah sakit
lumayan banyak juga. Bahkan beberapa di antaranya sudah saya hafal harganya dan
sepengetahunan saya lumayan mahal karena sudah sering beli di apotik, baik saat
adik saya dirawat dirumah sakit atau di kost. Bagi saya yang masih mahasiswa,
harga segitu sudah masuk kategori mahal dan harus berpikir berkali-kali dulu
sebelum membelinya.
Untungnya,
sebelum menebus obat pagi itu, saya menyempatkan waktu sebentar untuk mampir
bertanya pada suster yang kebetulan sudah ada ditempat mereka biasa standby.
Saya pun segera menanyakan disebelah mana apotik mengambil obatnya sekaligus
menanyakan kira-kira berapa biaya yang harus saya siapkan untuk obat hari itu.
Sebelum suster dan perawat menjawab, mereka malah bertanya balik kurang lebih
seperti ini : “adik mas punya kartu BPJS gak?”. Karena masih bingung
saya pun kembali dulu ke ruangan tempat adik saya dirawat dan menanyakan hal
itu juga. Usai bertanya, saya kembali lagi ke tempat tersebut dengan sebuah
jawaban “IYA”.
Kemudian salah
seorang dari mereka memberikan penjelasan kepada saya kurang lebih seperti ini
: “Berdasarkan pengalaman kami, biasanya untuk pengguna Askes (sekarang
BPJS) tidak dikenakan biaya mas”. Karena saya orangnya gak gampang percaya,
maka saya mencoba memastikan dengan baik-baik dan jawabannya pun tetap sama.
Akhirnya, saya pun meminta izin untuk bergegas menuju apotik karena katanya
apotik yang melayani BPJS antriannya selalu panjang dan banyak.
Setelah
melewati beberapa lorong, akhirnya saya sampai juga di apotik khusus pengguna
BPJS dan benar saja antriannya sudah mulai banyak pagi itu. Saya pun segera
melengkapi persyaratan yang masih kurang seperti fotokopy kartu BPJS, dan
lainnya sesuai dengan yang diberitahukan oleh perawat sebelumnya.
Saat sedang
asyik-asyik menunggu, tiba-tiba ada seorang lelaki menghampiri dan bertanya :
“Siapa yang sakit mas, pakai BPJS juga ya”. Saya pun segera menjawab “Adik saya
yang sakit kena types” dan tak lupa juga menjawab “IYA”, yang artinya
menggunakan kartu BPJS juga.
Kemudian lelaki
itu lanjut bercerita bahwa enak pakai BPJS, semua biaya di tanggung dan tidak
perlu takut lagi akan ini dan itu. Bahkan iya juga menceritakan pengalamannya
ketika membawa ibunya yang sedang sakit dan lupa bawa kartu BPJS-nya. Katanya,
saat itu iya menggunakan dana pribadi dulu sambil menunggu kartu BPJS-nya di
antar oleh salah satu keluarganya ke rumah sakit dimana iya mengantar ibunya
berobat dan menjadi pasien rawat inap juga.
Setelah kartu
yang ditunggu tiba dan melengkapi semua berkas-berkasnya, ternyata dana pribadi
yang sebelumnya ia gunakan akibat lupa bawa kartu BPJS diganti oleh pihak BPJS
tanpa ada yang dikurangi. Semenjak saat itu, ia semakin yakin menggunakan BPJS
dan selalu berusaha memenuhi setiap persyaratan yang dibutuhkan. Bahkan ia
tidak keberatan harus bolak balik fotokopy berulang kali atau menyiapkan
kelengkapan berkas lainnya. Baginya hal itu merupakan hal yang biasa dan tidak
salahnya untuk berkorban demi mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal dan
lebih baik.
Lalu bagaimana
dengan saya yang waktu itu sempat pusing dan panik? Alhamdulillah berkat adik
saya menggunakan BPJS, tidak ada biaya sedikitpun yang saya keluarkan selama
adik saya dirawat dua minggu di rumah sakit. Baik itu untuk membeli, obat,
infus, syrup, pemeriksaan dan lain sebagainya. Dana yang saya keluarkan
hanyalah biaya bolak balik kost, kampus, dan rumah sakit. Saya pun bersyukur
dan berterima kasih pada BPJS. Untung saja waktu itu ada BPJS kalau gak, bisa
dibayangkan deh!
So... masih berpikir
untuk tidak menggunakan BPJS dan mengeluh dengan segala kerumitan serta tidak
mau berkorban sedikit saja demi mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal
dan lebih baik seperti yang dirasakan oleh kalangan berduit.
Sampai di sini
dulu ya cerita dari saya mengenai BPJS dan manfaatnya. Mohon maaf jika ada kata
maupun kalimat menyinggung perasaan teman-teman pembaca. Tujuan saya hanyalah
ingin berbagi pengalaman mengenai salah satu program pemerintah di bidang
kesehatan yang di luncurkan Januari tahun 2014, di mana keluarga saya menjadi
bagian dari program itu (sebagai anggota/peserta). Harap maklum, saya hanyalah
seorang anak pedalaman yang dilahirkan di sebuah desa di atas gunung yang
bernama Kayangan (sekarang Kahianga).
Makassar, 30 Agustus 2015
syukurlah adiknya bisa tertangani mas, ga kebayang berapa biaya yang harus ditanggung tanpa ada bpjs
BalasHapusIya Mbak, untung ada BPJS. Jadi gak pusing lagi soal biaya.
HapusBPJS kadang memang dibutuhkan orang2 seperti mereka..semoga BPJS selalu memberikan yg terbaik...
BalasHapusIya Mbak, biar bagaimana pun BPJS tetap dibutuhkan juga.
Hapusalhamdulillah semoga bpjs selalu amanah dalam memberikan layanannya
BalasHapusAmiin... Semoga saja.
Hapusbpjs itu sangat membantu banget mas
BalasHapusmemang sih, ga meng-cover seluruh biaya, terutama operasi
setidaknya, kalo pake bpjs minimal 70% biaya perawatan dan obat ditanggung...
Iya mas Choirul, BPJS sangat membantu. Itu yang saya rasakan sebagai mahasiswa rantau dan ketika adik saya sakit. Setidaknya saya tidak perlu kebingungan lagi atau panik saat keadaan darurat seperti itu.
HapusUntuk operasi, ada juga mas yang tidak membayar sama sekali, kebetulan sebelum puasa ada keluarga yang mengalami hal demikian dan tidak membayar sama sekali.
Di satu sisi memang sangat membantu, disatu sisi memang 'merugikan' yg bayar tanpa memakainya (siapa siih yang ingin sakit hihi...) Akad awalnya kudu dilurusin aja. Dokter jg ktnya dirugikan krn dibayar murah bingits hingga ada pengalaman sepupuku dokternya banyak cuap2 soal ini ke pasien dan pelayanannya jg jd kurang ok, hanya kasus sih... tp berarti mmg ada sesuatu yg harus dibenahi terus :)
BalasHapusUntung ruginya tetap ada, tapi semua kembali lagi kepada niat masing-masing maunya seperti apa. Sedangkan untuk pemerintah masih perlu lagi melakukan pembenahan agar bisa meminimalisir kerugian yang ada, baik itu dari pihak peserta, dokter maupun pemerintah juga.
Hapusharus punya dulu sejak lama dong ya diurusnya, kalo enggak pasti bakalan bingung ngurus ini itunya , belum lagi ngurus adeknya.. Semoga cepet sembuh ya adeknya mas~
BalasHapusAlhamdulillah gak perlu ngurus kartu BPJS lagi karena pengguna ASKES bisa di migrasi ke BPJS. Kebetulan juga orangtua selalu mengingatkan soal kartu tersebut agar selalu diperpanjang karena tidak selamanya kita akan sehat.
HapusAllhamdulillah BPJS membantu sekali ya
BalasHapusAlhamdulillah Mbak, malah sangat membantu sekali dan saya gak perlu panik lagi plus mikir segala macam mengenai biaya.
HapusKunjungi Juga: berbagi-pengalaman14.blogspot.co.id/
BalasHapusSiip...
Hapus