Jumat, 25 November 2016

Untukmu Yang Setia Menungguku

Untuk Bidadariku Yang Setia
Untukmu yang setia di seberang pulau sana. Masih ingat saat pertama kali kita bertemu, dimana untuk pertama kalinya dalam hidupmu bepergian jauh dan bela-belain menunggu di bandara hampir sejam lamanya. Dengan was-was dan penuh tanda tanya, kamu tetap menungguku hingga akhirnya muncul juga di pintu keluar Bandara Soekarno-Hatta.

Aku yang pertama kalinya ke ibukota ketika sampai di depan pintu keluar harus menengok sana sini. Apalagi kalau bukan mencari posisimu berdiri di antara banyaknya kerumunan para penjemput dan teriakan sopir taksi demi mendapatkan penumpang. Hampir saja aku balik ke dalam ruang tunggu bandara karena dirimu tidak kelihatan juga.

Namun karena sabar dan postur tubuhku yang udah kaya tiang listrik, aku tetap berusaha mencarimu dan ternyata kamu juga melakukan hal yang sama. Sayangnya, kamu terhalang oleh mereka yang berpostur tinggi dan punya badan lebar. Tapi Tuhan punya kehendak untuk mempertemukan kita.

Hari itu, di pintu keluar penumpang terminal 1C Bandara Soekarno-Hatta, tepatnya pertengahan bulan Mei tahun 2011, untuk pertama kalinya aku melihat senyum manis dari wajahmu yang baby face. Saking terpesonanya saat itu, aku hampir tidak percaya kalau itu adalah kamu. Ya, kamu kelewat imut kala itu dan aku kikuk untuk mendekatimu.

Jujur, aku sempat malu untuk mendekatimu meski hanya sekadar untuk bertanya, apakah kamu menunggu kedatangan seorang lelaki yang datang dari arah matahari terbit? Lelaki pemalu yang dengan malu-malu mengutarakan isi hatinya lewat sosial media bernama facebook pada 9 Maret tahun 2009. Lelaki yang akhirnya kamu terima sebulan kemudian setelah kamu buat deg-degan selama kurang lebih sebulan pula.

Bandara, tempat dimana kita saling menatap untuk pertama kali. Tempat dimana aku memberanikan diri untuk mendekatimu dan bertanya, apakah kamu yang bernama Wahyuni Ari Safitri, gadis yang selama ini suka bercanda ria denganku lewat saluran telepon? Tempat dimana tatapan kita menembus hati dan ikatan batin serta menggerakkan langkah kaki kita untuk saling mendekat satu sama lain. Bahkan menggerakkan bibir kita dan hampir bersamaan berucap : "Ya akulah orangnya".

Dan dalam sepersekian detik, suasana berubah seketika. Rasanya seperti berada dalam adegan sinetron, bahkan dunia seperti milik kita. Sayangnya kamu cepat mengakhiri moment itu dengan bertanya, kita naik taxi apa bis? Aku yang belum tahu Jakarta menjawab : "Ikuti pilihan kamu saja mana bagusnya".

Setelah menimbang-nimbang, kamu pun memutuskan untuk naik bis dan kita pun bergegas menuju loket pembelian karcis bis tujuan terminal Pasar Minggu. Beberap menit kemudian, bis pun datang dan cerita indah kita pun tetap berlanjut seiring bis berlalu menuju Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Bersambung...

Makassar, 25 November 2016

Catatan :
Spesial untuk istriku tercinta yang akan selalu kujaga dan kugenggam tanpa batas waktu.

8 komentar:

  1. wah..sudah jadi istri ya.... asyik nih..awal pertemuannya..ditunggu kisah selanjutnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah.
      Kisah selanjutnya masih dalam draft, pengen saya jadikan buku ni kisah.

      Hapus
  2. Kok saya bacanya mbil senyam senyum ya #suit suit

    BalasHapus
  3. E jd uda resmi ni mas? Koperensi persnya mana :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tunggu saja konferensi persnya. Ntar bakal diliput sama media, tapi nggak tahu media dari mana. hehehe...

      Hapus
  4. selamat ya .. kok nggak ngundang ngundang hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih.
      Sengaja nggak ngundang orang kok biar lebih sakral.

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...