Untukmu
yang setia di seberang pulau sana. Masih ingat saat pertama kali kita bertemu,
dimana untuk pertama kalinya dalam hidupmu bepergian jauh dan bela-belain
menunggu di bandara hampir sejam lamanya. Dengan was-was dan penuh tanda tanya,
kamu tetap menungguku hingga akhirnya muncul juga di pintu keluar Bandara
Soekarno-Hatta.
Aku
yang pertama kalinya ke ibukota ketika sampai di depan pintu keluar harus
menengok sana sini. Apalagi kalau bukan mencari posisimu berdiri di antara banyaknya kerumunan para penjemput dan teriakan sopir
taksi demi mendapatkan penumpang. Hampir saja aku balik ke dalam ruang tunggu
bandara karena dirimu tidak kelihatan juga.
Namun
karena sabar dan postur tubuhku yang udah kaya tiang listrik, aku tetap berusaha
mencarimu dan ternyata kamu juga melakukan hal yang sama. Sayangnya, kamu
terhalang oleh mereka yang berpostur tinggi dan punya badan lebar. Tapi Tuhan
punya kehendak untuk mempertemukan kita.
Hari
itu, di pintu keluar penumpang terminal 1C Bandara Soekarno-Hatta, tepatnya
pertengahan bulan Mei tahun 2011, untuk pertama kalinya aku melihat senyum
manis dari wajahmu yang baby face. Saking terpesonanya saat itu, aku hampir
tidak percaya kalau itu adalah kamu. Ya, kamu kelewat imut kala itu dan aku kikuk
untuk mendekatimu.
Jujur,
aku sempat malu untuk mendekatimu meski hanya sekadar untuk bertanya, apakah
kamu menunggu kedatangan seorang lelaki yang datang dari arah matahari terbit?
Lelaki pemalu yang dengan malu-malu mengutarakan isi hatinya lewat sosial media
bernama facebook pada 9 Maret tahun 2009. Lelaki yang akhirnya kamu terima
sebulan kemudian setelah kamu buat deg-degan selama kurang lebih sebulan pula.
Bandara,
tempat dimana kita saling menatap untuk pertama kali. Tempat dimana aku
memberanikan diri untuk mendekatimu dan bertanya, apakah kamu yang bernama
Wahyuni Ari Safitri, gadis yang selama ini suka bercanda ria denganku lewat
saluran telepon? Tempat dimana tatapan kita menembus hati dan ikatan batin
serta menggerakkan langkah kaki kita untuk saling mendekat satu sama lain.
Bahkan menggerakkan bibir kita dan hampir bersamaan berucap : "Ya akulah
orangnya".
Dan
dalam sepersekian detik, suasana berubah seketika. Rasanya seperti berada dalam
adegan sinetron, bahkan dunia seperti milik kita. Sayangnya kamu cepat
mengakhiri moment itu dengan bertanya, kita naik taxi apa bis? Aku yang belum
tahu Jakarta menjawab : "Ikuti pilihan kamu saja mana bagusnya".
Setelah
menimbang-nimbang, kamu pun memutuskan untuk naik bis dan kita pun bergegas
menuju loket pembelian karcis bis tujuan terminal Pasar Minggu. Beberap menit
kemudian, bis pun datang dan cerita indah kita pun tetap berlanjut seiring bis
berlalu menuju Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Bersambung...
Makassar, 25 November 2016
Catatan :
Spesial
untuk istriku tercinta yang akan selalu kujaga dan kugenggam tanpa batas waktu.
wah..sudah jadi istri ya.... asyik nih..awal pertemuannya..ditunggu kisah selanjutnya..
BalasHapusAlhamdulillah.
HapusKisah selanjutnya masih dalam draft, pengen saya jadikan buku ni kisah.
Kok saya bacanya mbil senyam senyum ya #suit suit
BalasHapusHahaha... jadi malu sendiri gue.
HapusE jd uda resmi ni mas? Koperensi persnya mana :D
BalasHapusTunggu saja konferensi persnya. Ntar bakal diliput sama media, tapi nggak tahu media dari mana. hehehe...
Hapusselamat ya .. kok nggak ngundang ngundang hehehe
BalasHapusTerima kasih.
HapusSengaja nggak ngundang orang kok biar lebih sakral.