Selasa, 01 September 2020

Yuk, Manfaatkan Produk Keuangan Untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Akibat Pandemi Covid-19


Disadur dari artikel terbaru saya di Kompasiana.

“Istri : Aku heran sama beberapa teman di kantor, masa baru gajian sudah bilang uangnya sudah habis. Malah ada yang mau pinjam duit sama aku juga. Apa pada nggak bisa ngatur duit?

Suami : Mungkin cicilannya banyak kali, tapi itu masih mending loh. Yang bergaji 80 juta saja sampai rumah tangganya berantakan.  

Istri : Terus, itu yang lagi ramai di media sosial soal ajakan penarikan uang simpanan di bank secara besar-besaran, benar nggak sih?

Suami : Ya elah, berita gituan dipercaya. Paling juga hoaks, sengaja dibuat-buat biar masyarakat tambah panik saat pandemi seperti sekarang ini.”

*  *  *

Siapa yang menyangka, di tahun 2020 ini kita semua akan menghadapi situasi yang tidak pernah terbayangkan. Jika tidak disikapi dengan bijak, bukan tidak mungkin akan berakhir dengan petaka. Keuangan yang cepat menipis, beban cicilan yang menghantui setiap hari, hancurnya hubungan rumah tangga, bahkan dalam skala besar bisa menyebabkan krisis seperti yang terjadi tahun 1997-1998.

Sebagai gambaran, dibawah ini saya sertakan video saat terjadi krisis tahun 1997-1998 yang dibuat oleh Bank Indonesia


Dari video di atas, sudah bisa ditebak apa yang akan terjadi jika ada yang percaya ajakan untuk menarik simpanannya di bank secara besar-besaran (istilah ekonominya, rush) saat pandemi seperti sekarang ini. Tindakan rush bukan hanya berdampak pada system perbankan, tetapi juga akan menimbulkan masalah lainnya. Termasuk membuat ekonomi tak terkendali, bisa menyebabkan terjadinya krisis bahkan memperparahnya.

Semoga saja setelah menonton video tersebut, masyarakat tidak gampang terprovokasi lagi oleh informasi palsu yang mengajak ke arah tindakan rush. Dan tentu saja berharap krisis seperti 1997-1998 tidak terjadi lagi.

Pertanyaannya, apa yang harus kita lakukan agar petaka kecil seperti cerita di awal tulisan ini dan gambaran dari video di atas bisa kita atasi?

Berikut sedikit pengalaman dan sudut pandang dari saya, syukur-syukur bisa membantu menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Kalaupun belum sampai ke arah tersebut, paling tidak bisa membantu kita semua untuk tetap bersikap bijak di situasi seperti sekarang ini.

Memanfaatkan Produk Keuangan

Menghabiskan uang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan, apalagi dengan dalih untuk membuat orang lain terkesan merupakan satu dari sekian banyak kesalahan dalam mengatur keuangan yang harus mulai di ubah.

Daripada dihabiskan untuk hal-hal yang tidak berguna, lebih baik mulai sekarang perlahan-lahan dialihkan ke hal yang bermanfaat. Misalnya dengan memanfaatkan produk keuangan seperti membuat rekening khusus di bank. Dan uang yang disimpan di rekening tersebut bisa dijadikan sebagai dana darurat, atau apapun itu menurut kamu. Yang sewaktu-waktu ada masalah seperti pandemi saat ini, uang tersebut menjadi lebih bermanfaat.

Dan saya pun sudah merasakan manfaatnya. Ketika terjadi pemotongan gaji sebesar 35% selama pandemi ini, dana darurat sangat membantu sekali. Baik untuk membeli susu khusus alergi buat anak, nalangin 2-3 hari ketika uang transportasi ke kantor sudah habis sebelum masuk gajian, maupun ketika ada kebutuhan keluarga lainnya yang mendadak dan mau tidak mau harus dibeli.

Oh iya, tak perlu takut untuk menyimpan uang di bank. Karena uang yang kita simpan di bank sebenarnya sudah ada yang menjaminnya loh. Namanya LPS,

Apa itu LPS? Dia adalah Lembaga Penjamin Simpanan yang menjamin simpanan nasabah di bank. Dan uang nasabah yang dijamin hingga maksimal 2 milyar/nasabah/bank. Tentunya bank tersebut berada dibawah naungan LPS.

Tahukah kamu? LPS juga merupakan 1 dari 4 pilar yang bertugas menjaga Sistem Stabilitas Keuangan bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kementerian Keuangan. Hal ini bisa dilihat dalam UU No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan Krisis dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.

Dan itu artinya, ketika kita memanfaatkan produk keuangan seperti menabung di bank, secara tidak langsung sudah ikut berkontribusi dalam menjaga stabilitas system keuangan negara kita.

Jadi, masih mau ikut terprovokasi informasi palsu untuk menarik simpanan di bank secara besar-besaran. Padahal tindakan tersebut bukannya membuatmu aman, malah hanya akan berakhir pada kerugian. Baik itu keuangan yang akan cepat menipis karena kita berpikir memang uang banyak, atau bahkan berakhir pada hancurnya rumah tangga karena cicilan yang banyak.

Melakukan Pembayaran Secara Digital

Di masa pandemi seperti saat ini, bersentuhan langsung dengan benda-benda yang memungkinkan sebagai sarana penularan virus corona dianjurkan untuk dihindari. Salah satunya adalah bersentuhan dengan uang kertas.

Nah, untuk bertransaksi kita masih bisa memanfaatkan produk keuangan lainnya agar perputaran uang di masyarakat tetap lancar seperti biasanya dan tentunya agar ekonomi dalam negeri tetap stabil. Misalnya dengan memanfaatkan pembayaran digital, seperti uang elektronik, baik berupa kartu, mobile banking, atau yang sedang tren saat ini menggunakan scan QR Code.

Ngomongin tentang QR Code, Bank Indonesia di perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-74 tahun lalu mengeluarkan standar pembayaran digital atau QR Code yang disebut QRIS. Tahukah kamu, memanfaatkan QR Code itu jauh lebih mudah loh?

Dari ketiga pembayaran digital yang saya sebutkan di atas, semuanya sering saya manfaatkan. Misalnya, untuk menggunakan transportasi kereta atau busway maka saya akan menggunakan kartu elektronik. Ketika akan berbelanja di supermarket atau minimarket, saat membayar belanjaan di kasir saya kadang menggunakan kartu debit, mobile banking, kadang juga pakai QR Code. Sedangkan saat akan membayar tagihan listrik, pulsa, bayar kontrakan, hingga mengirim uang ke orang tua, mobile banking paling sering saya gunakan.

Baik kartu elektronik, kartu debit, mobile banking hingga scan QR Code, semuanya lebih praktis dan aman daripada pembayaran secara cash. Semuanya sangat bermanfaat di Era Normal Baru seperti saat ini.

Jangan Lupa Investasi


Meski terlambat, tidak ada salahnya untuk memulai investasi. Di situasi seperti sekarang ini banyak orang bilang waktu yang tepat untuk berinvestasi. Konon harga saham saat ini banyak turun. Ada banyak loh saham yang harga perlotnya bisa dibeli dengan uang Rp. 100.000,-.

Namun jika masih takut untuk nabung saham karena berpikir resikonya besar, kamu juga mencoba investasi lain seperti emas. Namun untuk situasi seperti sekarang ini, sepertinya berinvestasi emas bukan waktu yang tepat karena harga sedang tinggi-tingginya.

Lebih jauh lagi jika berminat bisa membeli SBN (Surat Berharga Negara) yang saat ini lagi banyak diskon. Ya, hitung-hitung sekalian membantu negara memulihkan ekonomi secepat mungkin dari efek pandemi. Dengan membeli SBN kita turut membantu APBN kita yang nantinya akan dimanfaatkan untuk kelanjutan percepatan pembangunan, ekonomi hingga kesejahteraan masyarakat.

Saat akan berinvestasi jangan lupa untuk selalu memegang teguh prinsip kehati-hatian dan sudah mempertimbangkan berbagai resiko. Juga jangan lupa untuk mengecek apakah lembaga tempat untuk menaruh investasi tersebut berada dibawah naungan OJK.

Dengan berinvestasi, secara tidak langsung kita ikut berkontribusi menjaga Sistem Stabilitas Keuangan (SSK) yang merupakan bagian dari kebijakan makroprudensial.

Mengenal Lebih Dekat Kebijakan Makroprudensial

Mungkin ada yang bertanya-tanya, apa itu kebijakan makroprudensial?

Menurut European Systemic Risk Board (ESRB) mengatakan bahwa kebijakan yang ditujukan untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan secara keseluruhan, termasuk dengan memperkuat ketahanan sistem keuangan dan mengurangi penumpukan risiko sistemik, sehingga memastikan keberlanjutan kontribusi sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan Bank for International Settlement (BIS) Swiss mengatakan bahwa kebijakan makroprudensial didefenisikan sebagai kebijakan untuk membatasi risiko dan biaya krisis sistemik.

Sama halnya dengan yang disampaikan oleh IMF, yakni kebijakan yang memiliki tujuan untuk memelihara Stabilitas Sistem Keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan resiko sistemik.

Dari ketiga defenisi di atas, jelas terlihat bahwa ada tiga unsur penting dalam kebijakan makroprudensial dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan yakni berorientasi pada sistem keuangan secara keseluruhan, membatasi terbangunnya resiko sistemik, serta melakukan prinsip kehati-hatian agar terjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi.


Mengapa kebijakan makroprudensial diperlukan?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita harus memahami dulu karakteristik dari sistem keuangan tersebut, yakni:

  1. Interconnectedness. Adanya keterkaitan dan interdependensi antar institusi dalam sistem keuangan, maka permasalahan dalam satu institusi dapat dengan cepat menyebar ke institusi lainnya.
  2. Too big to fail. Potensi penyebaran risiko (spillover) akan meningkat jika institusi yang bermasalah adalah institusi yang sistemik.
  3. Common risk factor. Adanya risiko pada aktivitas bisnis di sistem keuangan yang umumnya terakumulasi di satu sektor yang sama
  4. Risk taking behavior. Perilaku ambil risiko yang mengakibatkan ketidakseimbangan di sistem keuangan

Dapat disimpulkan bahwa untuk menjaga stabilitas sistem keuangan diperlukan pengaturan dan pengawasan yang bersifat agregat, berorientasi sistem, memandang semua elemen sistem keuangan (seperti bank, IKNB, koorporasi, infrastuktur keuangan dan rumah tangga) adalah satu kesatuan, serta waspada pada potensi risiko sistemik. Pendekatan inilah yang diakomodasi oleh makroprudensial.

Kebijakan Makroprudensial Untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Akibat Pandemi Covid-19

Sebagai pemegang otoritas pelaksanaan kebijakan makroprudensial, Bank Indonesia terus berupaya menerapkan beberapa kebijakan untuk mempercepat pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Di antaranya :

Pertama. Menyediakan likuiditas bagi perbankan dalam merestrukturisasi kredit UMKM dan usaha ultra mikro yang memiliki pinjaman di lembaga keuangan.

Kedua. Mempertimbangkan pemberian jasa giro GWM kepada semua bank.

Ketiga. Memperkuat operasi dan pendalaman pasar keuangan syariah melalui instrumen Fasilitas Likuiditas Berdasarkan Prinsip Syariah (FLisBI), Pengelolaan Likuiditas Berdasarkan Prinsip Syariah (PaSBI), dan Sertifikat Penggunaan Dana Berdasarkan Prisnsip Syariah Antar Bank (SiPA)

Keempat. Mendorong percepatan implementasi ekonomi dan keuangan digital sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi melalui kolaborasi antara bank dan fintech untuk melebarkan akses UMKM dan masyarakat kepada layanan ekonomi dan keuangan.

Lewat keempat kebijakan tersebut, sesungguhnya sebagai masyarakat kita seharusnya bisa bersinergi mendukung kebijakan makroprudensial. Misalnya kita dapat berperan dengan memanfaatkan produk keuangan perbankan seperti menyimpan dana di bank, memanfaatkan produk keuangan digital dan yang lain sebagainya.

So… kurang lebih seperti itulah manfaat dana yang kita simpan di bank hingga investasikan untuk pemulihan ekonomi. Jadi, masih ragu untuk berbuat baik untuk negerimu.

1 komentar:

  1. Wow, artikel yang keren. Mulai dari manfaat Digital QR Code hingga pilihan investasi. Terima kasih Om

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...