![]() |
Merencanakan Masa Depan (Gbr : slidesharecdn.com) |
Tua
itu pasti, tapi menjadi orang yang bahagia di hari tua adalah sebuah pilihan. Ya
sebuah pilihan yang tentu harus dipilih dan mulai dipikirkan sejak dini. Benar
nggak?
Siapa
sih yang nggak mau menjadi orang yang bahagia ketika tua kelak? Pasti semua mau
kan, iya kan! Hidup tenang, jerih payah saat masih muda yang dibangun dengan
kerja keras akhirnya bisa di nikmati, dengan kata lain kebutuhan hidup terjamin
tanpa harus menyusahkan orang lain. Bersenda gurau dengan keluarga besar, bebas
mengunjungi cucu-cucu, hingga urusan kesehatan pun tidak perlu takut karena
sudah ada yang memproteksi. Dimana semua itu tentu sudah dipikirkan dan
direncanakan saat masih muda.
Sama
seperti kebanyakan orang, saya pun menginginkan hidup yang demikian ketika
memasuki masa tua nanti. Bahkan bersama calon istri pun saya sudah
mengkhayalkan kehidupan yang seperti itu, dimana ketika tua nanti calon istri
saya menginginkan hidup tenang dan damai di kampung. Dengan kata lain calon
istri saya ingin tinggal di kampung dimana saya dilahirkan bukan ditempat ia
dilahirkan yang merupakan pusat kekuasaan alias Jakarta.
Lalu,
bagaimana caranya kami menyiapkan rencana untuk masa tua yang identik dengan
masa pensiun tersebut? Jawabannya banyak. Mulai dari menyisihkan penghasilan
sedikit demi sedikit untuk di tabung, sebisa mungkin untuk berinvestasi, memproteksi
diri dengan asuransi seperti BPJS, hingga wajib memikirkan Jaminan Hari Tua.
* * *
Ada
banyak cara untuk mewujudkan bahagia di hari tua dan beberapa diantaranya
seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Namun sebelum masuk lebih detail, ada
sedikit cerita yang membuat saya semakin kuat memikirkan masa tua sedini
mungkin. Cerita ini ada hubungannya dengan memproteksi diri, atau halusnya
asuransi seperti BPJS. Berikut ceritanya dibawah ini :
Awal
Januari tahun 2015, di saat sedang fokus melakukan penelitian untuk skripsi
saya, tiba-tiba sebuah pesan masuk dengan nomor baru singgah di handphone saya.
Pesan itu berhasil membuat konsentrasi saya jadi buyar. Isi kurang lebih
seperti ini : “Kak. Lisna masuk rumah sakit, kata dokter kena tipes dan harus
di rawat selama 2 minggu”.
Rumah
sakit Haji Makassar, itulah tempat dimana adik saya dirawat.
Setelah
membaca pesan itu, dalam hati sempat berkata “Woww... Dua minggu, itu bukan
waktu yang sebentar. Mau dibayar pakai apa, sedangkan saya masih mahasiswa dan
bapak satu-satunya harapan, yang kebetulan bekerja sebagai PNS sudah pensiun
pertengahan Desember 2014. Belum lagi ditambah dengan keadaan saya yang sedang melakukan
penelitian demi mengejar gelar sarjana teknik (Arsitektur), yang pastinya membutuhkan
biaya yang tidak banyak pula. Itu pun belum ditambah lagi dengan adik saya yang
satunya lagi yang kuliah di jurusan keperawatan dan sedang membutuhkan biaya
untuk membayar SPP”.
“Ahhh...
lengkap sudah, semakin pusing jadinya.”
Alhasil,
penelitian dan penyusunan skripsi pun jadi sedikit terkendala. Ya, karena saya
harus bolak balik dari Perintis Kemerdekaan VII, tempat saya ngekost di bagian
timur ke RS. Haji Makassar yang berada di sebelah tenggara. Mau tahu apa
penyebabnya, macet. Biarpun lewat jalur tikus alias jalan alternatif, tetap
sama memakan waktu hampir sejam baru perginya, belum lagi baliknya. Jadinya tuh,
bikin nyeri punggung, pegal linu, dan sebagainya.
Singkat
cerita, waktu berjalan begitu cepat. Dua minggu pun rawat inap pun terlewati
dengan sukses, tapi ada satu yang kembali membuat dahi saya berkerut. Pasti semua
sudah bisa menebak, apakah itu?
Benar
sekali. Bakal habis berapa duit nih, mana adik saya dirawat di ruang VIP lagi? Nggak
kebayang kan berapa lembar gambar Soekarno-Hatta yang harus dikeluarin. Saya pun
bergegas menuju loket kasir untuk menanyakan perihal pembayarannya. Mau tau
nggak nih berapa duit yang harus saya keluarkan untuk biaya rawat inap selama 2
minggu plus dan lain-lainnya?
Tidak
ada teman-teman. Sekali lagi saya tekankan TIDAK ADA.
Kok
bisa? Ya, karena adik saya terdaftar di BPJS. Semua pasti taulah setiap PNS
yang punya anak wajib memasukkan tanggungan maksimal 2 orang. Mau ada yang sakit,
mau enggak premi itu udah terpotong otomatis setiap tanggal gajian. Tenang,
urusan potongan ini sudah pasti ikhlas kok, karena ujung-ujungnya buat masa
depan juga. Bukan nunggu masuk rumah sakit dulu baru buat asuransi BPJSnya. Di sisi
lain sekaligus dianggap sedekah. Karena siapapun orangnya, pasti nggak mau
sakit. Ya, karena sakit itu mahal lho, hehehe...
Saya
yang awalnya was-was dan sebelumnya sedikit berpikir macam-macam jadi ceria
seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru. Bedanya saat itu saya tidak
loncat-loncat, tapi dalam hati kurang lebih demikian gambarannya.
Cerita
kedua, pertengahan Januari kemarin saya tidak menyangka bakalan masuk rumah
sakit. Tenang, saya dipaksa ama calon istri saya. Dia panik gara-gara badan
saya tiap pagi panas, mirip-mirip gejala tipes dan DBD gitu. Setelah dimarahi,
siangnya saya paksakan ke rumah sakit. Masuklah saya ke IGD. Mau tahu apa yang
pertama ditanyain sebelum periksa kesehatan?
Ada
BPJSnya pak? Itulah pertanyaan pertama yang menghampiri saya. Begitu pentingnya
BPJS sekarang, sudah iurannya murah, pelayanan yang di dapat pun nggak kalah
sama asuransi mahal. Asyiknya nggak perlu klaim sana sini dulu, cukup
perlihatkan kartu BPJSnya, langsung deh di data sama pegawai di loket.
Sayangnya,
hari itu saya tidak punya BPJS dan mau nggak mau harus daftar dijalur pasien
umum. Bahkan calon istri saya sempat nyeramahin lagi, kurang lebih seperti ini
: “Udah, kamu buat saja BPJS Mandiri. Iuran perbulannya murah kok, ada yang
dibawah 50 ribu perbulan. Nanti kalau udah dapat kerjaan tetap baru deh kamu
naikin lagi iuran perbulannya atau nggak ikut BPJS Ketenagakerjaan.”
Saya
manggut-manggut dan berkata : “Ia juga ya”. Benar-benar murahkan, kalau di
hitung-hitung sehari nggak cukup Rp. 2000 rupiah yah kalau mau nyisihin. Malah lebih
lagi kalau nyisihin segitu sehari. Daripada habisin buat beli rokok yang 1
batang aja seribu, mending buat proteksi kesehatan dengan ikut asuransi. Ya,
nggak?
Sedekah
Lewat Asuransi
Awalnya
saya nggak begitu paham dengan kalimat ini. Waktu itu saya dengarnya dari
seorang ustad yang sedang ceramah sebelum tarwih di bulan ramadan tahun 2016. Dalam
ceramahnya ustad tersebut membahas tentang sedekah dan menyinggung juga tentang
asuransi yang banyak di protes, tidak becuslah dan macam-macam. Asuransi itu
tak lain adalah BPJS.
Padahal
jika di tarik ke belakang, rata-rata yang protes itu adalah mereka yang di
dominasi oleh yang malas bayar iuran atau mereka yang giliran sakit baru
cepat-cepat mau buat asuransi BPJS. Eh, giliran udah sehat nggak mau bayar
premi. Pas sakit, telat dikit di urus ngoceh sana sini.
Lah,
terus apa hubungannya sedekah dengan asuransi? Bagi orang yang percaya akan
kekuasaan Yang Maha Kuasa, dengan ikut asuransi tersebut, mereka yakin kelak
akan menjadi penolong buat sesama. Yang seperti semua kita ketahui asas yang
dianut dalam BPJS adalah bergotong-royong dalam membantu sesama, termasuk lewat
asuransi. Semua pasti paham tanpa perlu saya jelaskan panjang lebar. Nah, bahasa
halusnya secara tidak langsung kita ikut bersedekah. Di sisi lain bisa jadi
penolak bala agar selalu diberi kesehatan dan tetap bisa membantu sesama lewat
asuransi tersebut. Tentunya hal ini bakal membuat bahagia juga kan!
BPJS
Tak Hanya Asuransi Kesehatan
Belakangan
ini, BPJS ternyata tak hanya tentang asuransi kesehatan saja. dari beberapa
informasi, baik itu media cetak, elektronik dan digital seperti blog, BPJS juga
sudah mulai melebarkan sayapnya, di antaranya lewat program jaminan hari tua,
jaminan pensiun, bahkan sampai untuk perumahan pun udah mulai coba.
Pertanyaannya
sekarang, kamu mau hari tuamu seperti apa? Tetap bekerja seperti sekarang atau
menikmati hari tua dengan memetik kerja keras di saat masih muda? Jawabannya tentu
hanya kamu yang tahu.
Pemerintah kurang baik apalagi dalam memikirkan kesejahteraan
masyarakatnya. Meskipun kamu bukanlah seorang PNS, kamu masih bisa kok
memikirkan hari tuamu. Caranya, ya ikut program BPJS Jaminan Hari Tua bahkan
kalau mau, bisa juga tuh dengan ikut program KPRnya.
Sedangkan
buat kamu yang PNS meskipun jaminan hari tua sudah jelas, nggak ada salahnya
loh buat ikutan program Jaminan Pensiun. Kan bisa dijadikan sebagai investasi
di masa depan. Keren kan!
Bagaimana,
masih mau berpikir “Bahagia di Hari Tua” hanya sebuah khayalan dan milik orang
berduit saja. Lain dulu lain sekarang, dijaman yang serba mudah ini tidak ada
yang tidak mungkin.
Jadi,
kalau ada yang bertanya “Bahagia di Hari Tua, Mungkinkah?” saya yakin
kamu sudah tau bakal menjawab apa.
BTN
Antara Makassar, 23 Februari 2017
Bahagia hari tua, sangat mungkin jika dipersiapkan sejak dini.
BalasHapusSetuju, segalanya harus dipersiapkan sejak dini. Kalau nggak seperti itu, maka hanya khayalan belaka untuk bisa bahagia di masa tua.
Hapussedia payung sebelum hujan ya , ini pas deh pepatah ini, tuk siapkan hari tua
BalasHapusIya, benar bangad. Makanya kebanyakan asuransi di ibaratkan sebuah payung. Karena seperti itulah fungsinya, untuk memproteksi diri, baik untuk saat ini maupun masa mendatang.
HapusBetul mas timur..orang tua saya juga sudah merasakan manfaat bpjs meskipun masih sering terkendala dengan masalah kamar yang sring dikatakan penuh .. pelayanan yang belum prima.. tapi cukuplah untuk sementara dan saya yakin kedepannya bpjs akan bertambah baik
BalasHapusSaya yakin ke depannya hal itu akan teratasi, karena semua tahu butuh proses untuk melakukannya. Terlebih lagi semenjak hadirnya BPJS, masyarakat berbondong-bondong untuk menggunakannya meskipun kadang ada juga peserta BPJS yang bandel. Dalam artian giliran sakit cepat-cepat nuntut BPJS, tapi giliran sehat ogah-ogahan untuk membayar premi yang kalau di hitung perhari masih lebih mahalan biaya rokok.
Hapus