Senin, 08 Agustus 2016

Cristiano Ronaldo dan Ip Man Saja Antar Anaknya ke Sekolah, Masa Kamu Nggak?


Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah
Hari Pertama Sekolah Via Akun Saya di Kompasiana
"Hadiah terbaik untuk buah hati adalah waktu Anda untuknya, sisihkan sejenak dan kita mulai dengan mengantarkannya di Hari Pertama Sekolah." By Kemendikbud

Kurang lebih seperti itulah pesan masuk ke handphone jadul saya sekitar tiga minggu lalu, tepatnya Sabtu 16 Juli 2016 pukul 12 siang waktu Makassar. Awalnya saya mengira itu adalah sms dari doi yang tinggal di Depok. Sayangnya setelah saya buka ternyata dari Kemendikbud, tapi karena rasa penasaran yang tinggi saya tetap membukanya bahkan membacanya hingga tuntas. Kemudian setelah itu, saya kembali melanjutkan aktivitas menonton acara televisi di kost teman yang kebetulan kunci kamarnya di titipkan kepada saya sebelum mudik ke kampung.

Namun entah kenapa, pikiran saya malah sedikit terganggu dengan isi pesan itu. Saya jadi teringat kembali dengan masa kecil, yang mana sempat juga merasakan suasana TK selama setahun dan tahu bagaimana rasanya di antar oleh orang tua ke sekolah. Waktu itu yang paling sering mengantar dan menjemput saya di tempat itu, dengan jalan kaki tentunya adalah ibu.

Yah maklum sajalah, waktu saya kecil di pulau Tomia, Wakatobi sana, masih jarang yang punya sepeda motor. Bahkan kendaraan itu bisa di bilang barang langka dan hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya. Sehingga mau tidak mau harus jalan kaki di temani ibu saya, meski jarak dari rumah ke TK kurang lebih 500 meter.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, kok bapak kamu nggak ikut mengantar? Sebenarnya bapak saya bukan nggak mau mengantar, tapi karena jarak tempat mengajar dengan rumah jauh, yakni harus naik ke gunung yang jaraknya 7 kilometer dan harus ditempuh kurang lebih satu jam dengan jalan kaki, maka kesempatan itu sepenuhnya di ambil alih oleh ibu saya selama setahun penuh.

Setelah setahun berlalu dan saya sudah masuk SD, barulah bapak saya punya kesempatan untuk mengantar saya ke sekolah. Ketika itu, kami sudah punya rumah di gunung dan jaraknya sangat dekat sekali dengan sekolah. Jaraknya cuma 20 meter, sehingga saya dan bapak saya bisa berangkat sama-sama ke sekolah.

Kini, setelah 23 tahun berlalu kenangan itu bangkit kembali berkat imbauan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sebelumnya sempat di pimpin oleh bapak Anies Baswedan. Yang mana menganjurkan orang tua untuk mengantarkan anaknya ke sekolah, bila perlu sampai ruang kelas. Dengan harapan agar terjalin komunikasi antar orang tua murid dengan wali kelas.

Menariknya, terobosan ini membuat sebagian orang kota yang super sibuk menganggapnya sebagai hal baru. Padahal sebenarnya ini adalah budaya lama yang kembali dihidupkan, mengingat di zaman yang sudah modern ini mulai jarang yang melakukannya. Jangankan bagi para bapak-bapak, ibu-ibu pun sudah banyak yang melakukan demikian. Apalagi menyekolahkan anaknya di sekolah yang punya layanan antar jemput.

Semakin menarik lagi, gerakan mengantar anak di Hari Pertama Sekolah ini mendapat respon positif oleh seluruh instansi pemerintah. Hal ini bisa di lihat dari aktifnya seluruh media memberitakan gerakan ini, baik media online, cetak, maupun elektronika seperti televisi. Jangan instansi, para ibu orang tua yang tidak bekerja di pemerintahan pun telihat antusias menyambut gerakan ini. Itu yang saya lihat ketika sempat menonton liputan khusus mengenai gerakan ini yang tentunya di siarkan di semua channel lokal.

Sebagai anak desa yang kini sedang mencari peruntungan di kota sebagai anak kuliahan, saya senang dan mendukung gerakan ini. Karena yang namanya pendidikan tidak cukup kalau hanya mengandalkan satu pihak saja. Misalnya menyerahkan semuanya ke sekolah karena merasa sudah membayar SPP dan mendidik hanyalah tugasnya para guru. Bagaimana negara kita tidak pincang, kalau minset kita masih seperti itu dan tidak ada keinginan untuk merubahnya. Di mana ego masing-masing begitu kuat dan kokoh.

Andai saja dari dulu kesadaran untuk berkolaborasi sudah dilakukan, maka bukan tidak mungkin pendidikan di negeri kita ini lebih baik dari negara-negara lainnya. Kolaborasi yang saya maksud adalah antara orang tua sebagai pendidik pertama di rumah dan guru sebagai perpanjangan tangan dari para orang tua. Sedangkan kolaborasi itu baru akan berjalan dengan baik jika kedua pihak mampu menjalin komunikasi dengan baik pula. Dan momentum hari pertama masuk sekolah merupakan salah satu cara untuk menjalin komunikasi baik itu.

Belajarlah Dari Sekolah Islami 

Berbicara tentang kolaborasi dan gerakan mengantarkan anak di Hari Pertama Sekolah, saya jadi teringat kembali dengan pengalaman saat membantu seorang teman mengerjakan sebuah proyek yang berdekatan dengan sebuah Sekolah Islami (SD sampai SMP). Selama kurang lebih 2,5 bulan di tempat itu, yakni dari minggu terakhir September sampai awal Desember 2015, saya menemukan sebuah pemandangan unik.

Pemandangan itu tak lain adalah kebiasaan para orang tua yang mengantarkan dan menjemput anaknya di sekolah. Kebiasaan itu dilakukan setiap hari sekolah, jadi bukan hanya Hari Pertama Masuk Sekolah saja. Kecuali mereka yang memang rumahnya berada di luar Makassar, datangnya hanya di hari pertama dan terakhir sekolah.

Pelakunya pun beragam, mulai dari ibu-ibu rumah tangga, tukang ojek, tukang becak, tukang kayu, penjual sayur, dan orang-orang dengan ekonomi menengah ke atas pun saya temukan di tempat itu. Menariknya, budaya itu menjadikan hubungan antara anak dan orang tua terlihat semakin dekat.

Khusus untuk orang tua yang anaknya masih kelas 1 dan 2 SD, kedekatan itu begitu kental sekali terlihat. Terbukti, setiap ibunya menjemput di jam pulang, sang anak selalu menceritakan apa yang di alaminya dari pagi hingga masuk bel pulang. Selain pemandangan itu, komunikasi antara orang tua dan guru pun jadi begitu akrab. Layaknya sebuah pasangan, antara guru dan orang tua murid begitu saling memahami. Orang tua tak segan menanyakan apa yang dilakukan oleh anaknya saat jam sekolah, apakah berperilaku baik atau sebaliknya. Begitu pula dengan para guru, tak lupa menjawab apa yang ditanyakan oleh para orang tua murid.

Saya yang menyaksikan pemandangan unik nan indah itu, hanya bisa berkata dalam hati. ”Coba sekolah-sekolah lain yang tersebar di Indonesia ini melakukan hal yang sama. Pasti tidak ada yang namanya salah paham antara guru dan orang tua murid. Segala masalah selalu ada solusinya dan dibicarakan dengan kepala dingin.” 

Ip Man dan Cristiano Ronaldo Pun Antar Anaknya ke Sekolah

Ip Man Jemput Anaknya di Sekolah
Ketika Ip Man Menjemput Anaknya di Sekolah, dok. Pribadi
Selain pengalaman singkat itu, saya juga jadi teringat dengan film terbaru berjudul Ip Man 3. Di mana di film tersebut, sosok Ip Man dan teman barunya yang merupakan seorang tukang becak, sangat rajin sekali mengantar dan menjemput anaknya di sekolah. Bahkan sampai-sampai rela menjaga dan mempertahankan sekolah anaknya serta guru-gurunya dari serangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Bagi kita yang merupakan penikmat film, mungkin kebanyakan hanya terpukau dengan akting pemainnya. Namun tidak sadar bahwa dari film tersebut banyak yang bisa kita petik dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah budaya mengantarkan anak ke sekolah.

Di luar sosok Ip Man, ada juga yang tak kalah menarik. Di mana terjadi di dunia nyata, seperti halnya pengalaman singkat yang saya alami selama 2,5 bulan di tahun 2015 kemarin. Dan itu datang dari Mega Bintang Real Madrid dan Portugal yang sering di cap arogan. Ya, siapa lagi kalau bukan Cristiano Ronaldo.

Cristiano Ronaldo Antar Anaknya ke Sekolah
Saat Cristiano Ronaldo Antar Anaknya ke Sekolah
Siapa sangka di balik sikapnya yang selalu di cap arogan, ia punya sosok kebapakan dan penuh tanggung jawab. Seperti halnya orang tua pada umumnya, ia juga tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk mengantarkan anaknya ke sekolah.

*    *    *

Kalau diperhatikan budaya yang ditunjukkan kedua sosok di atas, baik itu Cristiano Ronaldo maupun sosok Ip Man di film Ip Man 3 terlihat sepele, namun banyak yang tidak sadar manfaatnya sangat besar, utamanya bagi orangtua dan anak.

Untuk orang tua, mengantarkan anak merupakan salah satu cara mendidik dengan kasih sayang sekaligus menanamkan pondasi masa depannya. Sadar atau tidak, kebiasaan ini juga dapat meningkatkan kepercayaan diri anak, termasuk kepercayaan anak pada orang tua. Bahkan hubungan antara orang tua dan anak pun akan semakin dekat. Mengapa? Karena anak akan merasa memiliki teman, sahabat, serta pelindung. Di sisi lain kerja sama dan komunikasi antara orang tua dan guru akan terjalin dengan baik.

Lalu apa manfaatnya bagi sang anak. Tentunya yang pertama ia akan merasa orangtuanya menyayanginya. Kepercayaan dirinya pun akan meningkat, rasa cemas berkurang, merasa semakin dekat dengan orang tua, punya pelindung atau benteng pertahanan, dan masih banyak manfaat lainnya yang akan muncul dengan sendiri.

Semoga ada manfaatnya.
Makassar, 31 Juli 2016

Sumber Tulisan :
Di sadur dari akun Kompasiana Saya, klik di SINI untuk baca artikel aslinya.

12 komentar:

  1. saya pun menikmatinya lho..jalan bersama dengan anak-anak ke sekolah memang seru dan banyak membawa manfaat untuk orang tua dan anaknya sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang saya perhatikan juga begitu, seperti menarik dan banyak manfaatnya. Bahkan saya suka mengkhayal, kapan ya bisa melakukan hal yang sama seperti yang saya lihat.

      Hapus
  2. sebelum ada gerakan ini suamiku selalu nganter sekolah kok di hari pertama ,kalau aku sih memang gak kerja jadi bisa anter tiap hari :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asyik donk kalau gitu. Coba semua orang tua punya kesadaran untuk ngantar anaknya di hari pertama sekolah.

      Hapus
  3. Saya nunggu ada buntutnya dulu mas hahha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya doakan cepat dapat momongan.
      Amiiin...

      Hapus
  4. mas, kalau kita belum punya anak gimana , hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bawa anak tetangga saja, sekalian bantuan juga. Hehehe...

      Hapus
    2. hahahahahahhahahaha bisa aja mas

      Hapus
    3. hihihi... kali aja mau coba.

      Hapus
  5. Di desa dari dulu orang tua ya pasti ngantar anaknya sekolah. Hanya saja, layaknya orang desa yang lain, terkadang selalu ngikut budaya orang kota. Anjuran mantan mendikbud memang bagus, menjaga agar budaya tersebut tidak luntur.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu dia yang jadi masalah, kebiasaan mengikuti budaya orang kota. Padahal kadang hal itu berpotensi melunturkan budaya yang unik tersebut. Beruntung, mendikbud lama kembali menggalakkan budaya itu agar tetap ada dan menjadi ciri khas negeri.

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...