Jumat, 02 Oktober 2015

Minimnya Ruang Publik di Kota Makassar

Makassar Menuju Kota Dunia

Tak terasa, tahun ini merupakan tahun ke-8 aku berada di perantauan, tepatnya di Kota Daeng atau Makassar. Telah banyak hal yang aku lalui selama berada di kota ini, sebuah kota yang dulunya tak di anggap. Namun kini telah bertransformasi menjadi salah satu kota yang diperhitungkan keberadaannya, khususnya di Indonesia. Tak hanya itu saja, kota ini pun menjelma menjadi kota metropolitan kedua yang letaknya berada diluar pulau jawa setelah kota Medan. Bahkan merupakan satu-satunya kota metropolitan yang berada di kawasan Indonesia Timur.

Sebagai kota metropolitan, Makassar pun tidak mau kalah dengan kota-kota metropolitan lainnya di Indonesia. Pembangunan di segala aspek pun di genjot agar bisa setara bahkan mungkin melebihi perkembangan kota-kota metropolitan lainnya. Hal ini terbukti dengan mulai maraknya bangunan gedung pencakar langit yang di desain, tentunya bergaya arsitektur saat ini (modern). Jalanan yang dulunya hanya mampu menampung 2-3 kendaraan saja untuk satu ruas pun di perbesar hingga mampu menampung 4-5 kendaraan roda empat dan hasilnya pun bisa dilihat saat ini, yakni kemacetan dimana-mana karena membludaknya pemilik kendaraan, baik roda empat dan dua.

Jika diperhatikan dalam 5 tahun terakhir ini saja, transformasi itu sungguh sangat terasa sekali. Selain bisa kita saksikan dari mulai maraknya gedung-gedung pencakar langir, perbaikan infrasuktur seperti jalan hingga berakibat pada kemacetan di mana-mana untuk saat ini, juga bisa dilihat dari banyaknya investasi yang masuk, serta meningkatnya jumlah perantau yang sebagian bertujuan mencari kerja dan sebagiannya lagi untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di kota Daeng ini.

Namun demikian, dari semua pembangunan tersebut, satu hal yang masih terasa kurang dan saat ini kehadirannya di impikan oleh banyak kalangan, termasuk aku sendiri yang ditakdirkan lahir di sebuah desa terpencil. Apa yang maksud tak lain dan tak bukan adalah “Area Ruang Publik” yang bisa mewadahi semua kalangan, tak cuma untuk orang normal saja, tapi termasuk juga mereka yang terlahir dengan kondisi mengalami kekurangan.

Aku mengatakan demikian bukan berarti tidak ada ruang publik di kota Daeng ini. Ruang publik itu ada, tapi jumlahnya masih kurang bila dibandingkan dengan pusat perbelanjaan dan fasilitas seperti hotel yang terbilang lumayan banyak, serta memakan lahan cukup besar sedangkan ruang terbuka hijau yang disediakan sangat minim. Kalaupun ada jumlahnya masih bisa dihitung. Bahkan pak JK sendiri, wakil presiden kita saat ini menginginkan lebih banyak lagi ruang terbuka hijau sekaligus ruang publik di kota ini.

Makassar, 30 September 2015

2 komentar:

  1. Sebenarnya ada ji potensi RTH di Makassar cuman spot-spot nya itu loh yang jauh dari masyarakat, contoh saja MOI dan Losari yang letaknya di dekat pantai yang sebenarnya sih peletakan RTH itu di tengah-tengah masyarakat jadi semua orang bisa menikmatinya. Tapi yang ada sekarang malah jauh dan tau sendirilah makassar bahaya dan macetnya kayak gimana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau spot untuk ruang publik memang banyak, sayangnya belum di optimalkan dengan baik.

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...