Minggu, 12 Juli 2015

Kumpulan Cerita Mudik-Ku

Mudik
Mudik Bersama PELNI, Sumber : Dok. Pribadi
Sebagai seorang perantau, lebaran adalah salah satu yang paling di tunggu kehadirannya. Mengapa? Karena momentum lebaran merupakan waktu yang tepat untuk berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara lainnya. Selain itu, terdapat juga alasan lainnya yang menjadikan momen lebaran adalah waktu tepat untuk pulang kampung. Sehingga tak heran jika banyak perantau yang berbondong untuk melakukan tradisi mudik. Sebuah tradisi yang terjadi setahun sekali, yakni menjelang hari raya Idul Fitri. Bahkan tradisi ini merupakan salah satu hal yang menjadikan Indonesia semakin unik dan berbeda dari negara lain di dunia.
 
Ngomongin tentang mudik, saya pun beberapa kali pernah merasakannya. Pernah merasakan bagaimana sesaknya saat berdesak-desak dengan pemudik lainnya, berburu tempat tidur, pernah ke jepit, ke injak, gak kebagian tempat tidur, bahkan tidur di dek luar yang otomatis beratap langit dan tanpa dinding penghalang. Dan saya bersyukur sekali, sampai saat ini belum pernah kecopet saat mudik (semoga gak pernah kejadian).

Jika di ingat-ingat kembali, begitu banyak pengalaman yang pernah saya lalui selama ikut mudik dan pada kesempatan kali ini akan saya ceritakan beberapa di antaranya. Yuk, di simak ulasannya dibawah ini :

Kisah Mudik Pertama

Ngomongin tentang mudik, pertama kali saya merasakan mudik, yakni tahun 2008. Di mana waktu itu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 harus menyeberangi pulau terlebih dahulu. Hebatnya bukan satu pulau yang harus di seberangi, tapi dua sekaligus dengan menggunakan moda transportasi kapal kayu dan kapal PELNI. Biasanya, mendekati hari terakhir, penumpang kapal PELNI dan kayu ke kampung halaman selalu membludak.

Bahkan sering sekali berdesak-desakkan dan kalau telat naik, siap-siap untuk tidak kebagian tempat tidur. Solusinya harus mencari tempat kosong/mengggelar tikar dari pembungkus semen di pinggir jalan di dalam kapal. Itupun kalau dapat, tapi kalau gak, terpaksa harus mencari diluar yang otomatis kena angin. Atau gak pergi ke café kapal dan menunggu sampai tidak ada lagi orang baru tidur di situ, tapi tetap kena angin dingin. Sedangkan saat naik kapal kayu ke kampung siap juga gak kebagian tempat, di terpa angin kencang, beratapkan langit, dan kena air laut, bahkan ombak.

Pertama Kali Naik Pesawat

Momentum lebaran merupakan waktu yang tepat buat para perantau untuk pulang ke kampung halaman. Sehingga tak heran jika para perantau berbondong-bondong untuk melakukan tradisi mudik. Semua dilakukan demi untuk bisa bersilaturahmi dengan kedua orangtua, keluarga dan sanak saudara lainnya. Berbicara tentang mudik, saya punya pengalaman yang spesial di mudik tahun kedua.

Saat itu saya berkunjung ke rumah Om di Surabaya dan berada di sana selama kurang lebih tiga bulan lamanya. Ketika mendekati tiga bulan di sana, orang tua menelpon dan bertanya kapan balik ke kampung. Apa gak mau lebaran bersama, apalagi sudah lama di Surabaya, gak enak tinggal lama-lama di rumah orang meskipun Om sendiri. Waktu itu pilihan mudik ada 2, kapal laut dan pesawat, karena kebetulan saya melihat harga pesawat murah dan beda-beda tipis dengan harga kapal laut. Karena belum pernah naik pesawat, akhirnya keputusan pada tiket pesawat dengan tujuan Makassar dan itu merupakan awal mula saya naik pesawat.

Mudik Yang Tak Terlupakan

Yang ini bisa di bilang pengalaman mudik yang tak terlupakan dari beberapa kali saya mudik. Kok bisa! Kejadiannya saat mudik tahun 2009, waktu itu dalam perkiraan kapal PELNI yang akan saya tumpangi sama ukurannya dengan kapal lainnya, begitu pula dengan waktu tempuhnya. Namun kenyataannya malah berbanding terbalik dengan yang saya pikirkan. Di mana selain ukurannya yang lebih mendingan kapal Feri, jarak Makassar-Bau2 pun harus ditempuh 24 jam lamanya.

Sedangkan kapal lain paling lama 13 jam, gak kebayang kan kecewanya diriku saat itu. Penderitaan bertambah lagi ketika usai berdesak-desakkan naik ke dalam kapal, malah tidak mendapatkan tempat tidur dan terpaksa harus tidur diluar yang otomatis beratap langit, kena angin dan air laut yang kebetulan musim ombak plus oleng sana oleng sini seperti perahu sampan. Semakin lengkap lagi ketika naik kapal laut menuju kampung halaman sama dengan yang aku rasakan di kapal PELNI dan ombak saat itu semakin keras, sampai-sampai saya basah kuyup.

Mudik Seperti Ini Impian Saya

Karena saya kebanyakan mudik menggunakan moda transportasi laut, hingga saat ini saya masih memimpikan suasana mudik yang jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Seperti apakah impian saya tersebut? Yuk, di simak!

Pertama, tidak ada lagi yang namanya berdesak-desakan saat naik kapal PELNI karena biasanya hal ini rawan akan pencopetan, terjepit, di injak bahkan terjatuh.

Kedua, penumpang kapal dibatasi, layaknya seperti naik pesawat yang sesuai dengan sheat nomor di tiket. Dari pengalaman saya seringkali penumpang tidak mendapatkan tempat tidur dan jadi terlantar.

Ketiga, masalah makanan khususnya kelas ekonomi di perhatikan karena kebanyakan orang menilai kurang layak walaupun tidak di utarakan sedangkan sudah bayar mahal untuk selembar tiket.

Ke empat, masalah kamar mandi/wc kelas ekonomi yang sering tidak berfungsi dengan baik, kebanjiran, dan kotor, sehingga penumpang kadang merasa tidak nyaman.

Ke lima, tidak ada lagi kasur yang diperjualbelikan oleh oknum-oknum tertentu.

Ke enam, tidak ada lagi calo tiket yang berkeliaran disekitar pelabuhan atau tempat mudik lainnya.

Makassar, 12 Juli 2015

22 komentar:

  1. aku belum pernah naik kapal laut penumpang pak,tapi naik kapal perang sudah selama seminggu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah... asyik dunk bisa naik kapal perang.

      Hapus
  2. Saya belum pernah punya cerita mudik nih... :) keluarga banyak yang kumpul di sini, sebab nenek saya juga tinggal di sini... hehehehehehe :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlu untuk di coba sekali seumur hidup mas.

      Hapus
  3. wah pengalamannya seru, aku membayangkan naik kapal tuh, aku ingat lagi mahasiswa pernah naik kapal ke medan aduh mabok laut. Memang dimana-mana namanya WC umum itu suka jorok ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, joroknya minta ampun. Harus pake masker dulu sebelum masuk WC di dalam kapal. Gak biasa naik kapal ya Mbak ampe mabok gitu.

      Hapus
  4. ciee yang sudah mudik, rasanya pasti seneng deh bisa kumpul bareng keluarga lagi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan selagi, tapi sumringah dengan sepuasnya. hehehe....

      Hapus
  5. aku belum pengalaman yang namanya mudik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sesekali coba untuk merasakan mudik Mbak Aliycia. Pasti bakalan ketagihan deh.

      Hapus
  6. seruuuu pengalaman mudiknya. Kapal laut msh mjd angkutan fav, jd sdh selayaknya ditingkatkan pelayanannya.

    Sayah pun mengalaminya naik kapal ferry, dari yg lumayan nyaman (kursi sofa dg live music bersama biduanita sexy) hingga yg bikin bad mood, kursi banyak kecoa berseliweran

    halloooo para pejabat PELNI masukan yg kritis ini mbok yao ditindaklanjuti :)
    kami msh cinta PELNI ... !

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lumayan enak sih kalau naik very, cuma kalau musim ombak suka oleng kapalnya. Kalau gak dapat tempat tidur terpaksa tidur sambil duduk di kursi.

      Hapus
  7. seru cerita mudikmu mas,
    aku pernah christmast eve, flight terakhir jam 11 mlm delay jd jam 1 mlm, sendirian, hujan deras pake petir, sepanjang perjalanan lamou sabuk pengaman gak pernah mati, sbml landing muter2 20 menitan datas krn cuaca buruk, horror bgt dah, tp klo dah nyampe rumah rasanya lega....
    Dedy@Dentist Chef

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah satu hal yang paling ditakuti saat naik pesawat, yakni hal-hal semacam ini.

      Hapus
  8. kalau pas mudik emang semua jadi gak nyaman, rame, berdesak-desakan, rawan copet, tapi kalo gak mudik ya gimana gitu rasanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar. Bagi para perantau terasa ada yang kurang jika gak mudik, setidaknya setahun sekali.

      Hapus
  9. terakhir naik kapal itu pas masih bocah kelas 1 SD, sekarang malah gak tau rasanya naik kapal gimana tuh.
    Tapi se-ngenesnya orang mudik, aku lumayan lama gak pulang kampung di Solo. Udah 12 tahungak pulang-pulang, ngalahin ceritanya bang toyib

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ternyata ada juga saingan saya. Kirain cuma saya yang jarang mudik, gak taunya ada yang lebih. Lama juga ya bro, saya saja baru mau 5 tahun.

      Hapus
  10. Ternyata tempat mudiknya jauh ya harus menyebrang 2 pulau, tapi perjuangannya itu justru yg membuat moment mudik menjadi bermakna

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, untuk sampai kampung halaman harus penuh perjuangan dan lumayan melelahkan plus menantang adrenalin.

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...