Jumat, 03 April 2015

Menjadi Guru Itu Ternyata Menyenangkan

Menjadi Guru Itu Ternyata Menyenangkan, Dok. Pribadi
Akhir-akhir ini, aktivitas selfie menjadi sesuatu yang populer dalam masyarakat. Bahkan saking populernya, selfie sudah di anggap sebagai hal wajar dan biasa. Apalagi aktivitas selfie juga di dukung oleh kehadiran smartphone yang telah dilengkapi dengan teknologi canggih berupa kamera yang memiliki pixel tinggi, baik kamera utama maupun kamera depan. Hal ini menjadikan para penyuka selfie makin pede dan tidak khawatir dengan hasil jepretan kamera ketika akan ber-selfie ria.
Tak sampai di situ saja, demi mendapatkan hasil selfie yang maksimal dan sesuai dengan yang di inginkan, para penyuka selfie pun melakukan inovasi lewat kreatifitas yang mereka miliki. Hasilnya pun sungguh di luar biasa, yakni berupa tongkat narsis (Tongsis) atau disebut juga selfie stick. Mesikupun bentuknya begitu sederhana, namun siapa sangka mampu memberikan banyak manfaat serta kemudahan bagi penggunanya. Bahkan berhasil menjadi sebuah tren terbaru dalam dunia selfie, khususnya Indonesia. Namun tren tongsis juga ternyata mampu menjangkiti masyarakat luar negeri yang doyan selfie.

Ngomongin masalah selfie, jujur saja, aku bukanlah orang yang mudah tertarik dengan aktivitas tersebut. Entah ada yang salah dengan diri ini atau bukan, aku pun tak tahu. Aku biasanya akan melakukan selfie ketika ada yang meminta dan memaksa. Namun bisa juga karena suatu hal yang tak bisa lagi dihindarkan, misalnya harus ada foto sebagai bukti otentik saat sedang mengikuti Kerja Praktek (mengawas proyek). Atau seperti yang terjadi satu tahun yang lalu saat sedang mengikuti KKN Reguler.

Ketika itu, saya dan teman-teman posko sedang merancang kegiatan yang akan kami lakukan selama kurang lebih dua bulan di lokasi KKN. Dari semua kegiatan yang telah kami rancang, salah satu di dalamnya adalah diwajibkan untuk mengajar di sekolah. Kebetulan di lokasi kami KKN terdapat dua sekolah di dua dusun berbeda. Salah dari kedua sekolah tersebut memiliki jarak yang lumayan jauh, kurang lebih 1 kilometer dari posko.

Bagiku. jarak tersebut bukanlah sebuah masalah. Mengapa? Karena aku sendiri adalah orang desa yang sudah terbiasa jalan kaki sejak kecil. Di satu sisi, jarak segitu lumayan buat olahraga, apalagi jadwal mengajar saya adalah pagi hari. Hal ini aku ketahui setelah kami melakukan kunjungan ke kedua sekolah tersebut dan membicarakannya dengan pihak sekolah tentang maksud dan tujuan kami.

Namun ada satu masalah yang datang menghampiri, yakni di setiap mengajar harus ada bukti otentiknya minimal satu foto. Entah itu di ambil sendiri atau oleh teman posko yang ikut menemani. Karena jadwal mengajarku adalah pukul 07.00 pagi sampai 09.15, maka sudah di pastikan tidak ada yang ikut. Kasihan deh... mau nangis juga gak mungkin, malu dilihat orang apalagi udah gede juga! Hehehe....

Untung saja, aku punya smartphone yang telah dilengkapi dengan fitur timer pada kameranya, sehingga bisa digunakan untuk memotret aktivitasku selama mengajar di sekolah. Namun waktu yang tersedia dalam timer tersebut cuma 10 detik. Sedangkan aku sendiri orangnya gak bisa diajak narsis dan masih kepo untuk urusan seperti itu. Gak kebayang kan ribetnya! Padahal jaman udah modern loh. Kalau keponya udah tingkat dewa kaya gini bukan minta ampun lagi, tapi minta di gantung aja.

Oh iya hampir lupa, ternyata menjadi guru menyenangkan loh... teman-teman. Padahal aku anaknya guru, tapi... entah kenapa malah gak mau jadi guru setelah lulus SMA. Yang ada aku malah ngincar kedokteran dan jurusan teknik, aneh bin ajaib kan!

Banyak hal yang aku temui dari kedua sekolah di mana aku mengajar. Mulai dari yang muridnya cuma beberapa orang, gak suka pakai sepatu ketika ke sekolah, kerjanya hanya ketawa-ketawa saja, ada yang jahil, ada yang malu-malu, ada yang daya tangkapnya cepat, ada pula yang daya tangkapnya rendah sehingga diperlukan pendekatan khusus untuk menanganinya.

Ada pula yang rajin bertanya ketika di ijinkan untuk bertanya, ada yang aktif melakukan protes ketika penjelasan tidak sesuai dengan jalan pikirannya, saat di ajak diskusi banyak juga yang ikut dan memberikan banyak pertanyaan. Namun ada juga yang sampai membuat dahiku berkerut, yakni meminta untuk dikerjakan tugas-tugas sekolahnya. Bahkan “katanya” sudah ada yang pacaran, dengan anak SMP lagi. Untuk yang satu ini sepertinya gara-gara pengaruh sinetron yang mereka tonton.

Dari semua yang saya alami tersebut, secara keseluruhan merupakan pengalaman yang menyenangkan. Bahkan bila ada kesempatan ingin aku mencobanya lagi.

Makassar, 3 April 2015

2 komentar:

  1. ternyata menjadi guru menyenangkan, hehe..keren incarannya kedokteran dan teknik, kalau saya perpustakaan, tapi menurut saya menyenangkan, semoga saya bisa jadi guru juga :)

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...