Jumat, 17 April 2015

Gara-Gara Pasar Sore, Aku Jadi Kepo

Masih teringat jelas kenangan saat pulang kampung setahun yang lalu, tepatnya akhir bulan tiga sebelum pemilu legislatif berlangsung. Waktu itu aku hanya kurang lebih dua minggu berada di kampung halaman. Namun selama berada di kampung halaman, aku tidak menyia-nyiakan setiap waktu yang ada. Entah itu mengunjungi sanak saudara, mengunjungi kakek dan nenekku, bermain dengan sepupu aku yang masih kecil-kecil dan lucu, membantu pekerjaan di dapur, bahkan mengantarkan ibu ke rumah-rumah warga yang ingin memesan horden.

Pasar Sore Waitii, Sumber : amelaholic.blogspot.com
Kadang-kadang juga aku mengantarkan ibu ke pasar untuk berbelanja. Di kampungku hari pasar hanya ada pada hari minggu, rabu dan jum’at. Setiap hari pasar pengunjung selalu ramai, baik yang akan berbelanja kebutuhan sehari-hari, belanja pakaian, bahan bangunan, bahkan ada pula yang datang ke pasar hanya untuk sekadar refreshing saja. Kurang lebih seperti itulah aktivitas masyarakat ketika menyempatkan diri berkunjung ke pasar.


Namun dari semua cerita tentang pasar tersebut, ada satu pengalaman yang merupakan hal baru bagiku. Pengalaman tersebut adalah adanya pasar sore di dua tempat berbeda. Mendengar adanya pasar sore membuatku kaget dan bengong seketika. Aneh kan, sudah jauh-jauh kuliah di kota saat mendengar sudah ada pasar sore di kampung malah jadi kepo sendiri. Yah… begitulah akibatnya jika tidak pernah memantau kemajuan daerah sendiri dan tidak pernah pulang kampung selama hampir 4 tahun.

Saat pertama kali mengunjungi pasar sore, aku takjub dengan pengunjung yang lumayan ramai untuk ukuran pasar yang begitu mini. Walaupun ukurannya demikian, apa yang dijual di pasar tersebut bisa di bilang wah. Aneka makanan rumahan dijual di sana, makanan ringan pun ada seperti berbagai  gorengan dan aneka kue, bahkan sampai buah-buahan pun ada juga.

Bagiku, apa yang dijual di pasar sore tersebut merupakan sesuatu yang menarik untuk di cicipi. Mengapa aku katakan demikian? Karena apa yang dijual sebagian adalah makanan khas yang merupakan kuliner khas Wakatobi. Makanan khas yang berbeda dengan daerah lain di Indonesia.

Pasti pada penasaran kan sama makanan yang dijual di pasar sore tersebut! Tenang aja aku gak akan membuat kalian kelamaan penasaran kok. Yuk, simak beberapa aneka makanan yang aku temukan ketika berkunjung ke pasar! 

Kasoami dan Hugu-Hugu 

Kedua makanan ini sama-sama terbuat dari singkong. Biasanya di sajikan dengan ikan, baik itu ikan asin, ikan bakar atau pun yang di masak. Untuk jenis ikannya bisa apa saja, cuma sebagian besar dibakar. Makanan ini terasa lebih nikmat saat di santap menjelang malam hari dengan lauk ikan bakar. Warga di sana, biasanya sambil kumpul-kumpul dan dibarengi minum teh saat menikmati makanan khas tersebut. 

Kapussu Nosu 

Makanan khas lainnya yang cukup terkenal di wilayah Wakatobi, yakni kapussu nosu. Bahan utama makanan ini berupa jagung tua yang memang mudah didapatkan di sana. Masyarakat Wakatobi, biasanya memiliki ladang yang di tanami singkong atau jagung. Jadi seperti membuat kasoami yang berbahan baku singkong, pembuatan kapusu nosu pun tidak terlalu sulit, karena bahan dasarnya mudah didapatkan. Kapussu nosu juga menjadi salah satu favorit selain kasoami. 

Ikan 

Di pasar sore di jual berbagai ikan, baik yang masih segar, sudah dimasak, di bakar, bahkan ikan kering/asinan pun ada. Pengunjung tinggal memilih sesuai kesukaan mereka dan tentu saja sesuai selera untuk ikan yang dimasak dan ikan bakar. 

Ikan Parende 

Ngomongin soal ikan yang dimasak, biasanya yang dijual adalah ikan parende. Makanan ini seakan tidak bisa dipisahkan dengan warga di sana. Untuk membuat ikan parende, penjual kebanyakan menggunakan ikan kakap. 

Berbagai jenis hasil laut 

Selain ikan, terdapat pula hasil laut lainnya yang dijual di pasar sore tersebut. Mulai dari kerang-kerangan, kepiting, kadang-kadang lobster, bulu babi, cumi-cumi, gurita dan masih banyak lagi.
Makanan Kesukaan (Bulu Babi), Sumber : Dok. Facebook La Nane
Itulah berbagai makanan yang dijual di pasar sore yang ada di kampungku. Semuanya merupakan makanan sederhana, tapi tetap saja mengundang selera. Bagi yang masih penasaran juga, gak ada salahnya untuk memasukkan Wakatobi ke dalam rencana liburan anda dan tentu saja sekalian menyempatkan waktu untuk menikmati makanan khas seperti yang dijual di pasar sore tersebut.

Semoga apa yang saya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Makassar, 17 April 2015

Catatan : 
*Tulisan ini disadur dari akun Kompasiana saya dan daur ulang agar terlihat lebih baik lagi*

18 komentar:

  1. langsung rindu kampung setelh baca tulisan ini...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, jadi rindu akan masakan orang rumah dan suasana kampung.

      Hapus
  2. Baru tahu klo bulu babi bisa di makan. Kakiku pernah ketuduk bulu babi di pantainbira bulukumba. Kata org setempat harus kena urine sebagai obatx

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, bisa di makan kok. Sebenarnya gak harus gunain urine, di pukul-pukul juga bisa sembuh atau gak di gosokin ke pasir.

      Hapus
  3. bulu babi bisa dimakan??? kecocok nda tuh di mulut heheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa kok, yang di makan kan isinya alias telurnya doank.

      Hapus
  4. di kampung saya justru sudah tidak ada pasar. dulu waktu masih sekolah ada pasar tiap hari selasa. btw, banyak juga ya ragam makanan khas wakatobi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kok bisa gak ada pasar lagi. Dah berubah jadi mall ya. Tenang aja, itu baru sebagian aja mba Diah, masih ada lagi kok makanan khas lainnya.

      Hapus
  5. yang bulu babi sering liat di tv, langsung dimakan gitu, rasanya gimana sih? anyir gak ya?

    kalau ditambah foto-foto bagus deh, jadi bisa ngebayangin makanannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enak rasanya, kaya makan roti yang dibuat lebih banyak telur dan menteganya. Enak bangad malah, soalnya bulu babi kaya akan protein. Kalau di jepang bulu babi malah di budidayakan.

      Hapus
  6. ternyata banyak sekali makanan khas wakatobi, bulu babi gimana rasanya? Saya cuma pernah lihat bulu babi di tv, hugu-hugu sepertinya enak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, lumayan banyak. Enak kok rasanya. Kalau bulu babi banyak proteinnya, jadinya manis rasanya kalau di komsumsi.

      Hapus
  7. jadi pingin ksna de mas
    mknanannya keknya enak
    salam knal ya
    @guru5seni8
    www.kartunet.or.id

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di jamin Mba kalau soal enak. Malah bisa buat ketagihan kalau udah pernah nyoba.
      Salam kenal juga. Udah saya follow twitternya.

      Hapus
  8. Tapi kasian kalok banyak yang makan bulu babi, takutnya jadi punah.. Walaupun aku penasaran sih gimana rasanya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak akan punah kok kalau masyarakat mau membudidayakannya. Masa kalah sama jepang yang bukan daerah penghasil bulu babi, tapi mereka membudidayakannya untuk jadi komsumsi masyarakat mereka.

      Hapus
  9. Kalo deket rumah ada sih, pasar sore. Tapi lebih tepatnya pasar malam. Soalnya pas sore harinya dihabiskan para pedangang untuk menata dagangannya doang. Dan baru siap jualan pas malemnya. Ealah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha.... kelamaan menata dagangannya ya mas, makanya gak jadi pasar sorenya dan di ganti dengan pasar malam.

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...